Ah, Saya Rasa Ayahmu Benar-benar Pilot
Malam itu, di bangku penonton Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah, kau bercerita tentang adegan sebuah sinetron: ada sepasang remaja, satu laki-laki, satu perempuan. Keduanya berhadapan, dan kita sudah menebak akan terjadi dialog. “Ayahmu pilot, ya?” tanya si remaja laki-laki. “Bukan. Memang kenapa sih?” si perempuan menjawab, dengan pertanyaan balik. Si lelaki menjawab lagi: “Kok di matamu ada bintang?”
Saya tertawa lebar mendengar petikan adegan “gombal” itu. Di tengah cahaya Teater Arena yang redup, saya juga melihat kau tertawa lebar. Gigi putihmu tampak menyembul, berpadu dengan bibirmu yang indah. Ah, kau pasti tahu kenapa kita tertawa lebar macam itu. Ya, kita sedang menertawakan “kekonyolan” adegan yang dimaksudkan sebagai “rayuan” itu. Yah, kita pun tahu bahwa kalimat terakhir si laki-laki adalah sebuah metafora untuk mengatakan bahwa mata si perempuan teramat indah dan cantik. Dan, yang membuat kita makin terkekeh oleh penggal dialog itu adalah “pancingan” si lelaki yang bertanya “Ayahmu pilot, ya?”
Aduh, kalimat pancingan ini benar-benar lucu bagi saya. Dan kelucuan itu makin bertambah karena beberapa hari lalu saya juga mengirimkan sebuah sms “gombal” macam itu. Waktu itu, kalau tidak salah saya menulis satu pertanyaan untukmu: “Kenapa kalau kita berdua keluar malam-malam, tidak pernah ada bintang di langit?” Kau kemudian menjawab dengan jawaban “tidak tahu”. Dan saya pun memberi kunci jawaban atas pertanyaan itu: “Sebab, bintangnya ada di matamu.”
Ketika mengirim sms itu, saya tentu saja tidak sedang merayu. Tentu saja, saya bukan seorang lelaki “bodoh” yang merayu dengan cara klasik yang ketinggalan jaman itu. Ketika mengirim sms itu, saya hanya sedang bercanda, sambil sekaligus berterima kasih. Ya, sebagai sahabat, tentu saya mesti sesekali berterima kasih padamu. Ah, kau tahu, sebagai sahabat, telah banyak yang kau lakukan buat saya. Di tulisan ini, agaknya tak perlu banyak saya tulis “jasa-jasamu” buat saya, sebab kalau hal itu saya lakukan, akan terlihat betapa rasa terima kasih saja tak pernah benar-benar cukup.
Bagi saya, rasa terima kasih bisa ditunjukkan dengan sebuah pengakuan. Dan, sms saya tentang “bintang di matamu” tadi adalah semacam pengakuan juga. Pengakuan bahwa keberadaanmu adalah semacam “penenang” buat saya, sekaligus sesuatu yang indah. Persahabatan memang sesuatu yang indah dan memberi harapan. Dalam puisi-puisi “klasik”, keindahan dan harapan seringkali dilukiskan dengan metafora “bintang”. Saya kira ada rasionalisasi buat itu: bintang yang hanya bisa dilihat manusia pada malam hari adalah sebuah benda langit yang tampak indah di mata manusia. Selain itu, cahaya yang dikeluarkan bintang seringkali membuat kita “terhibur” dan kemudian tersadar bahwa dalam putus asa sekalipun, dunia tak selamanya “gelap”.
Itulah kenapa saya suka mengaitkan persahabatan dengan bintang. Dalam sebuah kesempatan, saya pernah menulis bahwa bersahabat berarti memainkan peranan menjadi bintang dan langit malam. Suatu saat, kita akan menjadi bintang, yang menghiasi langit malam yang gelap. Meski cahaya kita redup dan tak banyak, tapi setidaknya telah ada ikhtiar agar langit malam itu tak menjadi benar-benar gelap. Pada posisi yang demikian, kita adalah sebuah “bintang” bagi sahabat kita.
***
Siang tadi, ketika saya dan kau bertemu, kita merekonstruksi ulang banyak perjumpaan yang penting. Ada banyak pengalaman yang kita ingat, lalu kita obrolkan, sambil tertawa karena tahu ada yang aneh, lucu, dan konyol dalam pengalaman-pengalaman itu. Ingatan akan pengalaman-pengalaman tadi, sebenarnya menandakan bahwa kita memiliki semacam “memori bersama”. Bagaimanapun, seorang sahabat akan diikat oleh “sesuatu” yang entah apa dengan sahabatnya.
Dalam kasus kita, “memori bersama” itulah yang agaknya membuat kita terikat. Barangkali ada banyak hal baik dan indah yang kita lakukan bersama, hingga pada satu titik akan lahir semacam rasa terima kasih. Pada suatu kali, ingatan kita mungkin terlempar pada sebuah masa di mana masing-masing kita terlibat dalam sebuah kondisi yang saling melengkapi, hingga akhirnya tak ada rasa lain yang patut diucapkan kecuali semacam syukur bahwa ada seorang sahabat yang diciptakan buat kita.
Saya rasa, begitulah yang saya alami suatu malam ketika akhirnya saya putuskan mengirimkan sebuah sms tentang “bintang di matamu”. Ada semacam syukur yang hendak saya sisipkan dengan tak kentara lewat sms itu. Semacam terima kasih padamu sekaligus syukur pada Tuhan.
Tulisan ini, sebagaimana sms tadi, juga sebuah wujud terima kasih itu. Semacam syukur juga. Cuma, kali ini ada yang beda: kali ini, saya merasa ayahmu benar-benar pilot!
Sukoharjo, 25 Nopember 2007
Haris Firdaus
bintang dimatamu..? wah nurutku nggak gombal juga kok,bila kita memandang dg rasa bahasa yang lain. dilihat juga segi suasananya waktu pesan itu disampaikan , dan juga suasana hati kedua pihak, penerima pesan dan pengirim pesan.. dilihat dari sisi yg lain bisa bermakna dalam juga. seperti kita bilang “sayang”, kelihatannya gombal banget. tapi bisa jadi bermakna khusus, asal penghayatannya juga khusus, mungkin karena banyak org bilang hal yg sma dan pakai kata sama, jadimerasa pasaran. jadi gombal. bintang dimatamu.karena sdh banyak org (penyair) yang pakai mungkin.. jadi ngrasa inferior aja pakai itu. atau banyak org merayu dg tehnik yg hampir sama jadi merasa nggak pe-de dan menilai gombal, padahal nggak gombal juga kok. malah mengharukan ha ha..so keep tease her or him? he he.makasih ya Ris
wah bhs ingg nya ketoke kliru Ris, wah malu2in ya. keep teasing her. mgkin itu yg bener. nanti mlm ke TBS ra, malam kedua seribu bunga, ada teater yg main GIgok dan juga acapella Mataram..
ris… aku tau… hehehehehehehe
sering-sringlah pake kata “sahabat” heheheheheheheheehehhehehehehehehh
iya, mbak kadang sesuatu yang dah pasaran pun akan jadi spesial ketika dihayati dg baik. bagaimanapun, masing2 orang memiliki perasaan yang akan tetap beda dg orang lain. terima kasih atas semangatnya! ha2…..
to: anymous..aduh kawan, apa sih yang kau tahu? jangan2 km sok tahu? he. peace, bos. kenapa dg kata sahabat hayo? apa gak boleh? dasar…but, tengkyu for your comment meski ak gak yakin who you are…