Perubahan Sosial dan Ketergantungan Pada Media Massa
Film Turtles Can Fly membenarkan pendapat yang mengatakan ketergantungan masyarakat terhadap media massa menjadi besar saat situasi sosial telah atau akan berubah. Dalam film yang meraih beberapa penghargaan internasional itu, kita bisa melihat bagaimana hubungan antara media massa yang diwakili televisi dengan masyarakat miskin di daerah Kurdistan, perbatasan antara Irak dan Turki, beberapa minggu sebelum Amerika Serikat menyerbu Irak pada 2003.
Situasi menjelang perang yang penuh ketidakpastian, membuat warga di daerah itu berusaha sebisa mungkin mendapatkan informasi tentang perang yang akan terjadi. Satu-satunya sumber informasi yang memungkinkan mereka mendapat informasi adalah televisi. Para penduduk pun berbondong-bondong berusaha memasang televisi di rumah mereka. Sayangnya, daerah tempat mereka tinggal terlalu terpencil sehingga siaran televisi dengan antena biasa tak bisa sampai ke daerah itu. Alternatif lain yang akhirnya ditempuh adalah dengan membeli parabola.
Tentu saja, tidak semua penduduk mampu membeli parabola yang mahal. Hanya satu orang yang akhirnya mampu membeli parabola dan memasangnya di muka rumah miliknya. Ketika parabola telah terpasang, para petinggi dan tetua desa datang untuk menonton televisi. Para penduduk lainnya juga turut datang, bersama para pengungsi yang ada di daerah itu. Tujuan mereka sama: menonton televisi untuk mendapat informasi soal perang.
Oleh sang pemilik parabola, para penduduk biasa dan pengungsi tak diperbolehkan ikut menonton. Mereka disuruh pergi. Larangan untuk ikut menonton televisi sempat ditentang oleh para penduduk karena informasi dari televisi bagi mereka sangat penting, bahkan berkait dengan nyawa mereka. Para penduduk dan pengungsi baru mau pergi setelah ada kesepakatan bahwa informasi dari televisi tentang perang akan diumumkan lewat pengeras suara di masjid.
Situasi yang tergambar dalam Turtles Can Fly adalah situasi yang membuktikan dalam kondisi tertentu masyarakat bisa menjadi sangat tergantung terhadap media massa. Ball Roxeach dan Melvin De Fleur (1976) mengatakan seorang individu memiliki berbagai ketergantungan terhadap media massa. Ketergantungan itu bervariasi untuk orang-orang tertentu, kelompok-kelompok tertentu, maupun budaya tertentu.
Roxeach dan De Fleur menyebut ketergantungan seseorang pada media massa berbeda-beda bergantung pada sistem sosial, sistem media, dan juga karakter individu. Dalam sistem sosial yang berubah, ketergantungan terhadap media massa menjadi bertambah. Perubahan sistem sosial itu bisa jadi karena adanya revolusi, perang, konflik sosial, atau bencana alam. Semakin besar perubahan dalam sistem sosial, semakin besar pula ketergantungan terhadap media massa.
Ketergantungan itu disebabkan oleh kebutuhan masyarakat terhadap informasi untuk mengetahui perubahan-perubahan apa saja yang terjadi dalam lingkungan sosial mereka. Perubahan sosial biasanya menimbulkan situasi yang kacau dan serba tidak pasti sehingga masyarakat membutuhkan informasi yang dapat dipercaya guna mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Ketika sebuah peristiwa yang menyebakan kekacauan dan ketidakpastian terjadi, individu membutuhkan informasi guna mengambil sikap yang tepat tentang apa yang harus mereka kerjakan dan juga untuk mencari rasa aman dalam situasi yang kacau tersebut. Dalam kondisi menjelang terjadinya perang—seperti yang tergambar dalam Turtles Can Fly—masyarakat membutuhkan informasi tertentu, seperti kapan perang akan terjadi dan di mana awal pecahnya perang, supaya mereka bisa mengambil langkah yang tepat agar tidak menjadi korban perang.
Penerang dan Penenang
Dalam kondisi yang kacau akibat perang dan bencana alam, media massa harus memberi informasi yang cukup agar masyarakat tidak salah dalam mengambil sikap serta mendapat jawaban dari rasa ingin tahu yang mereka pendam. Dalam situasi yang dipenuhi kekacauan, pengelola media hendaknya tidak memanfaatkan ketergantungan masyarakat yang tinggi terhadap media massa. Berita-berita tentang perang dan bencana hendaknya juga dilandasi oleh keinginan tulus untuk menyebarkan informasi terhadap warga masyarakat.
Di Indonesia yang sebagian besar wilayahnya rawan bencana alam, media massanya harus menempatkan diri pada posisi sebagai penerang sekaligus penenang masyarakat. Sebagai salah satu faktor terjadinya perubahan dalam sistem sosial, terjadinya bencana alam otomatis akan meningkatkan kebutuhan masyarakat Indonesia pada media massa. Menyadari hal itu, para pengelola media hendaknya tidak menjadikan bencana alam sebagai momen untuk meningkatkan oplah atau menaikkan rating.
Kesadaran untuk menyajikan informasi yang akurat, sekaligus menanamkan optimisme untuk saling menolong saat terjadi bencana, seharusnya merupakan kesadaran yang melandasi setiap pemberitaan tentang bencana. Apabila kesadaran itu tumbuh, maka ketergantungan masyarakat saat terjadi bencana terhadap media massa bukanlah ketergantungan yang perlu ditakutkan.
Haris Firdaus
Komentar