Memoar Pengusiran (2)
Pada Rabu (9/4), persoalan pemindahan Sekretariat Lembaga Pers Mahasiswa VISI FISIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo, kembali memanas. Hari itu, Nur Heni Widyastuti (Pemimpin Umum LPM VISI), Rini Setyowati (Sekretaris Umum LPM VISI), dan Setiadi Budi Nugroho (Staf Usaha LPM VISI) menghadiri pertemuan untuk membahas persoalan itu.
Seperti pernah saya tulis sebelumnya, Sekretariat LPM VISI rencananya dipindah dengan alasan dipakai perluasan Kantor Jurusan Administrasi Negara (AN) FISIP UNS. Dalam pertemuan yang dihadiri tiga pihak itu—LPM VISI, Dekanat FISIP UNS, dan Jurusan AN FISIP UNS—perwakilan LPM VISI meminta ada surat keputusan resmi tentang pemindahan itu.
Anehnya, Sekretaris Jurusan AN Drs. Agung Priyono menolak mentah-mentah permintaan yang sebenarnya wajar itu. Yang lebih kontroversial, Agung marah-marah dan memilih walk out dari pertemuan itu! Berikut kisah selengkapnya.
***
Saya ada di sekretariat ketika Nur Heni, Rini, dan Setiadi kembali dari pertemuan dengan pihak dekanat dan Jurusan AN membahas soal rencana pemindahan Sekretariat LPM VISI. Saya tak berani bertanya kepada mereka tentang hasil pertemuan itu.
Saya lihat Heni dan Rini berwajah tegang. Setiadi demikian pula. Ketiganya sempat ngobrol dengan beberapa kawan lain tentang persoalan itu dengan ekspresi yang sama-sama tegang. Saya berfirasat: ada lagi yang tak beres.
Beberapa waktu kemudian, saya sempatkan bertanya pada Setiadi. Ia menerangkan tidak dengan urut dan detail Jadi, saya agak sulit mendapat gambaran utuh tentang jalannya pertemuan itu. Yang saya tahu: Agung Priyono pergi meninggalkan ruangan saat pertemuan sebenarnya belum selesai. Konon, ia marah karena mendengar permintaan kawan-kawan saya yang ingin mendapat surat keputusan resmi dari Dekanat FISIP UNS perihal pemindahan itu.
Sore harinya, setelah diskusi tentang kaderisasi yang berbusa-busa, Heni menceritakan dengan detail jalannya pertemuan itu. Dalam forum itu, seperti sudah saya ulangi berkali-kali, pihak LPM VISI meminta surat keputusan resmi tentang pemindahan itu. Alasannya jelas: pemindahan itu seharusnya menjadi sebuah keputusan resmi yang sudah sewajarnya pula disahkan dan didokumentasikan dalam selembar surat keputusan. Permintaan itu, siapapun tahu, tak memberatkan dan seharusnya diterima dengan wajar-wajar saja.
Tapi permintaan yang biasa dan wajar sekali itu ditanggapi dengan emosional oleh Agung Priyono yang mewakili Jurusan AN. Katanya, kalau mesti ada surat seperti itu, pertemuan tiga pihak tak perlu ada. Saya tak tahu bagaimana detailnya, tapi setelah berdebat, Agung memutuskan keluar forum dan mengatakan bahwa Jurusan AN tak mau ikut campur lagi perihal persoalan itu. Ia menyerahkan penyelesaian masalah tersebut pada dekanat dan LPM VISI.
Setelah Agung pergi, pertemuan dilanjutkan, tapi tentu saja tak lagi kondusif. Setelah didesak, Pembantu Dekan II Drs. Marsudi, MS akhirnya menyetujui dibuatnya surat resmi tersebut. Mengenai beberapa kompensasi yang diminta LPM VISI, PD II menyatakan akan mengusahakan.
Setelah itu, pertemuan selesai. Saya dan kawan-kawan sekali lagi merasa ada yang tak beres dengan soal pemindahan itu. Proses yang tidak transparan dan terkesan ingin menang sendiri nampak dari sikap yang dikeluarkan dekanat dan Jurusan AN dalam persoalan ini.
Apalagi, banyak desas-desus tak mengenakkan di seputar masalah pemindahan tersebut. Pendeknya, banyak yang berfirasat bahwa pemindahan itu tak melulu soal perluasan kantor saja. Ada soal lain yang melatarbelakanginya.
Beberapa hari sebelumnya, ketika PD II secara baik-baik memanggil perwakilan LPM VISI untuk membicarakan pokok soal itu, harapan sebenarnya telah timbul. Hampir semua pengurus LPM VISI amat menghargai sikap PD II yang demikian. Saat itu, kami berharap bahwa proses yang baik-baik itulah yang akan terjadi dalam masalah ini.
Tapi, harapan saya dan kawan-kawan agaknya akan kandas di tengah jalan. Sikap emosional pihak Jurusan AN menunjukkan bahwa mereka tak punya itikad yang baik untuk menyelesaikan soal ini dengan sebaik-baiknya. Saya dan kawan-kawan kini terus bercuriga bahwa ada sentimen-sentimen tertentu di balik rencana pemindahan itu.
Kalau anda membaca tulisan saya sebelumnya di blog ini tentang masalah pemindahan itu (“Memoar Pengusiran”), anda akan tahu betapa sikap tak bersahabat sudah ditunjukkan pihak Jurusan AN sejak awal.
Masalah pemindahan Sekretariat LPM VISI sudah mencuat sejak Februari lalu. Pada Kamis (21/2), Agung Priyono memanggil Heni dan mengatakan bahwa LPM VISI harus segera pindah dari sekretariatnya karena ruangan tersebut akan dipakai untuk Kantor Jurusan AN. Saat itu Heni mengatakan keberatan atas pemindahan itu tapi Agung tak menggubrisnya dan tetap meminta LPM VISI segera pindah. Bahkan, Agung sempat berkata jika LPM VISI tak mau pindah, akan ada surat peringatan atau paksaan.
Sikap semena-mena Agung saat itu diitanggapi LPM VISI dengan menyatakan penolakan atas pemindahan itu. Apalagi setelah kami konfirmasi ke Dekan FISIP UNS ternyata pemindahan tersebut saat itu belum resmi. Proses pemindahan sekretariat yang tak semestinya itu juga dimuat dalam Buletin Acta Diurna Edisi Khusus Februari 2008 dalam sebuah berita berjudul “Drama Relokasi Dapur VISI” (Bisa ditilik di Blog LPM VISI: http://lpm-visi.blogspot.com).
Kini, masalah yang hampir sama kembali terulang. Pihak Dekanat FISIP UNS—melalui PD II—dan Pihak Jurusan AN ternyata masih saja bersikap tak wajar dalam proses pemindahan itu. Penghargaan kedua pihak tersebut terhadap LPM VISI sebagai lembaga kemahasiswaaan ternyata amat minim. LPM VISI masih dianggap sebagai anak kucing yang mudah saja ditindas dengan semena-mena.
Kelak, saya dan kawan-kawan di LPM VISI akan membuktikan bahwa kami bukan anak kucing yang diam saja ketika ditindas. Kami juga bukan manusia yang menerima apa adanya atas segala perlakuan yang ditimpakan pada kami. Menghadapi soal ini, saya dan beberapa kawan sepakat—dengan mengutip Wiji Thukul—hanya ada satu kata: LAWAN!
Sukoharjo, 9 April 2008
Haris Firdaus
suport 2 VISI !!!
thx mas lintang. semoga kami bisa terus melawan!