Menziarahi Laweyan, Menggenapi “Ke-Solo-an”

You may also like...

23 Responses

  1. tukang Nggunem says:

    Saya bukan wong Solo tapi sudah menggenapi ke-Solo-an saya..hehehehe.

    Saya juga agak prihatin kemaren lihat banyak nisan2 kuno makam yang berserakan gak beraturan. Semoga bakal ada perhatian yang lebih dari pemkot agar sejarah Solo masih bisa dilacak oleh anak cucu kita nanti.

  2. Senoaji says:

    saya tidak terlalu mengenal solo yang jelas, apapun itu untuk tujuan konservasi apalagi sajarah saya mendukung.
    dan blog ini postingan ini punya realitas itu. saluut

    tabiek
    senoaji

  3. blontankpoer says:

    sayang, ya, tempat bersejarah semacam itu kurang terawat.

    coba kalau pemerintah lebih peduli, masyarakatnya juga tak sekadar melihatnya sebagai yang syirik dan musyrik, pasti lebih asyik….

    kasihan, temboknya sudah hampir roboh gak ada yang memperbaiki.

  4. Dony Alfan says:

    Gak percuma kita kemarin jalan2 ke sana. Termasuk belajar sejarah, sebuah perjalanan ke masa lalu

  5. MaNongAn says:

    bagussss, saya suka cerita historynya.

    .::he509x::.

  6. Andy MSE says:

    Saya merasa banyak hal berbeda di sini, di saat yang lain -kebanyakan- terpesona dengan batik dan kampung batik, mas Haris mampu meraba hal yang lain… Sungguh saya mendapatkan banyak pencerahan di rumahmimpi ini… Salam

  7. masmpep says:

    saya bukan wong solo, belum menggenapi kesoloan, namun telah merasa menjadi wong solo, he-he-he.

    sedikit tambahan:
    – nama ki ageng henis memang ditulis dalam banyak versi. saya pernah membacanya sebagai: ki ageng ngenis.

    – masjid laweyan merupakan satu dari tiga masjid yang dibiayai pemkot solo. yang dua adalah masjid wustho mangkunegaran dan masjid di kompleks balaikota.

    – mataram kemudian pecah menjadi dua kerajaan dan dua puri. karena baik pakualaman dan mangkunegaran bukanlah kerajaan, melainkan puri–setingkat raja muda yang sebenarnya otonom penuh seperti laiknya raja. kita bisa lihat gelar mangkunegaran dan pakualaman sebagai kanjeng pangeran adipati ario (kgpaa). kedudukan keduanya bukan raja, melainkan pangeran miji (terpilih) setingkat raja muda. (soal ini menarik ditulis lebih lanjut mas haris).

  8. Ndoro Seten says:

    Pepak critane mas….
    Ki Ageng Henis iku putrane Ki Ageng Selo to?
    Memang mengasyikkan bercerita tentang sejarah di masa lampau….

    Salam kenal ae mas….

  9. bang ciwir says:

    Laweyan memang menyimpan banyak misteri…
    coba menelusuri mitos “bau laweyan” pasti menarik…

  10. afie says:

    hohoh, klo semua orang sakit pilih tirakatan daripada ke dokter, aku ra payu no…
    Btw rumahku laweyan…

  11. juliach says:

    Ada beberapa Eyang buyutku dikuburkan di situ.

    Terus terang aku tidak terlalu suka keluyuran di kuburan Laweyan, karena kuburannya item-item….hihihi serem… lagi pula tidak dihias oleh tanaman bunga-bungaan… hanya kamboja aja deh

  12. jadul says:

    wah sy belum pernah kesana. kayanya angker ya mas

  13. zenteguh says:

    Jika Tuhan berkenan
    saya akan menggenapi kesoloan itu
    meski bukan cah solo
    salam hangat mas..

  14. kw says:

    wow… suka ziarah ya

  15. Sidik Nugroho says:

    wah, tulisan feature ini bagus sekali. yang ambil foto namanya mirip aku, hehehe…

  16. phery says:

    ralat dikit. DI Jogja bukan ada 2 kerajaan tapi satu kerajaan dan satu kadipaten yang berada di bawah kerajaan. Kerajaan Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman yang kala itu diberikan tanah di Kulonprogo.

    Do Solo kayaknya juga gitu.

  17. masmpep says:

    @phery
    ralat lagi. di jogja dan solo ada satu kerajaan dan satu puri (bukan kadipaten). puri/pura adalah wilayah kedudukan bagi ‘raja muda’ yang otonom. kadipaten adalah wilayah kedudukan bagi ‘bupati’ yang berada dalam hierarki di bawah kerajaan. coba lihat komentar saya sebelumnya.

  18. masmpep says:

    @phery
    o, ya dikit lagi. pura pakualaman punya tiga kadipaten: kulon progo, gunung kidul (?), dan adikarto. dari tiga kadipaten ini kadipaten adikarto dilikuidasi ketika pakualaman dan ngayogyakarta diintegrasikan menjadi provinsi DIY.

    @haris
    tak tertarik menulisnya bung?

  19. haris says:

    to: maspemp dan phery
    terima kasih atas ralatnya yang amat berguna ini.

  20. sayurs says:

    menurut saya justru makanm dengan ‘tampilan’ yang begini yang mengesankan kesunyian, damai dan senyap, sayang pohonnya kurang gede n rimbun, buat ‘nongkrong’kan bisa lebih angless.. 😀

  21. masiqbal says:

    wah saya belum menggenapi ke-solo-an saya nih…

  22. Zam says:

    aku udah pernah ke makam ini!! berarti saya udah jdi wong solo asli!! pernah nulis juga sedikit soal Kampung batik laweyan. 😀

  23. mas saya mau tanya, alamat makam ki ageng henis dimana?
    soalnya saya ada tugas penelitian yang harus melibatkan foto dan vidio dokumenter, jadi saya harus terjun langsung ke lapangan…
    mohon dibalas…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>