Banjir

You may also like...

18 Responses

  1. sawali tuhusetya says:

    sidharta karya herman hesse, kalau ndak salah, saya pernah mbaca novel ini sekitar tahun 86-an, mas haris, hehehe … saking senengnya, buku itu saya baca berulang-ulang. tapi entah, buku itu sekarang entah di mana. duh, saya baca berita di koran, karanganyar dan sekitarnya juga dilanda banjir. semoga saja ndak sampai berkelanjutan. alam kreatif, mas haris.

  2. phery says:

    moga2 banjir tahun ini gak separah tahun kemaren. Bapakku juga korban soalnya tahun kemaren. Di bojonegoro

  3. Andy MSE says:

    capek bacanya… banyak banget tulisannya…
    *sik… aku nguras banjir dulu*

  4. Haris Firdaus says:

    to: sawali
    tahun 86, pak? wah tahun itu saya baru lahir lho. kebetulan yg pas. pasti warna sampul Sidharta waktu itu dominan hijau. sy sempat lihat versi lama novel itu. yup, semoga banjir segera reda, pak! amin

    to: phery
    amin3, mas. semua tentu berharap banjir gak menjadi2.

    to: andy mse
    monggo, mas. nguras banjir rumiyen!

  5. Dony Alfan says:

    Sungai, tenang tapi menghanyutkan. Ah, seperti seorang wanita saja 😀

  6. Sidik Nugroho says:

    paragraf dua sampai sepuluh mirip resensi, lalu kaukombinasikan dengan apa yang terjadi di seputar solo, sukoharjo, dll. sebagai tulisan opini, menurutku ilustrasi herman hesse tentang sidharta agak kepanjangan. maaf, itu hanya pendapatku.

    namun, sebagai tulisan reflektif, sangat apik kaugarap, teman. ilustrasi sidharta berpadu laras dengan kasus yang kau angkat, terutama kata-kata di bagian akhir: tentang bagaimana kita memperlakukan sungai.

    salam persahabatan,
    ~s.n~

  7. Ndoro Seten says:

    Moga cepat surut saja mas…
    kasihan yang kebanjiran to, kehilangan tempat bernaung.

  8. masmpep says:

    masih tentang ‘air’ saya lebih suka hujan ketimbang sungai. hujan bagi saya adalah kesempatan untuk berhenti sejenak. menghela napas pelan-pelan. di balik jendela kaca yang mengembun. melihat titik hujan yang jatuh satu-satu. menganak sungai di halaman.

    hujan dalam banyak kebudayaan berarti rejeki. kalau mau disophisticatedkan–mas haris biasanya doyan yang beginian, he-he-he–hujan adalah penyambung peradaban bumi dengan kekuasaan langit yang dipisahkan udara. hujan ingin menyatukan semesta. meski kadang langit menahan ego. dengan menyambar-nyambarkan petir mengilat-ngilat. dan geledeknya yang nakal. ah, jadi ngelantur.

    saya suka hujan, namun tidak banjirnya.

    salam,
    masmpep.wordpress.com

  9. Wong Magelang says:

    solo…banjir…
    salah siapa??

    pemerintah??

    masyarakat??

  10. Tukang Nggunem says:

    Saat Solo dikepung banjir beberapa hari yang lalau, saya malah piknik ke kota laen, jadi agak merasa bersalah juga..halaahh..

    Kowe yo kenal si Ade to? ealah cah kae yo wes tau nang kos kok…
    Btw komentare Dony nggatheli, berlagak sangat memahami wanita aja, padahal…huahahahaha

  11. boykesn says:

    Sungai memberi inspirasi kepada kita tentang sebuah kehidupan. Mengalir dari hulu ke hilir……tanpa berhenti. Mencari jalan yang rendah. Ketika sungai tak lagi ada, yang ada hanya air dan dimana mana akan tergenang.

  12. Doa di Putik Kamboja says:

    aduh mas, simbah saya rumahnya di desa taji juwiring. tahun kemarin pas aku maen jg banjir tapi untung gak sampai masuk terlalu byak. cuma sempet saya nuntun motor sendirian matem2 di tengah sawah gara2 banjir. untung gak keseret. sungai pada sisi lain adalah media nyaman saat kita berkawan. di sisi lain wajah tak berupa siap mendekapmu sampai kau berkata “ya. aku kalah” semoga tak terjadi apa2 untuk Daerah2 Aliran Sungai Bengawan Solo.simbah saja juga semoga tidak kena apa-apa. jadi khawatir,..

  13. agus raharjo says:

    hahaha… jangan salahkan hujan donk! harusnya kita manusia yang punya pikiran dapat berpikir lebih bijak lagi. bukan lebih mengedepankan egois dan nafsu, tau deh hasilnya…
    saya dapat kabar dari teman dan liat di berita, di wadukpun air masih normal, so kata siapa banjir itu datang karena waduk. banjir selalu ada karena ada air, hehehe…(ya iyalah…)
    ingat ekspedisi Bengawan Solo oleh 4 sekawan Ris. masih ingat hasilnya? salah satunya adalah terjadinya pendangkalan yang terus-menerus di Bengawan Solo… karena apa? karena ulah kita sendiri. duh Bengawan Solo, Riwayatmu kini….

  14. bang ciwir says:

    banjir datang lagi…
    Solo sudah jadi kota besar ya berati?
    Ciri2 kota besar adalah Banjir selalu setiap tahun, lihat Jakarta, Surabaya, Semarang

  15. joe says:

    Setiap tahun pasti ada banjir, seharusnya kita instrospeksi, kita telah salah memperlakukan lingkungan.
    Saya dulu lama tinggal di Solo, kuliah di UNS, kangen dengan Solo, pingin jalan-jalan pagi di boulevard, baca-baca di perpustakaan, atau makan hik…
    Semoga Solo tidak kebanjiran…

  16. zenteguh says:

    entahlah..rasanya memang banjir kini seperti takdir..

  17. mpokb says:

    ada yang mengganggu waktu saya baca novel siddharta versi hesse itu, yaitu terjemahannya. bagaimanapun, ajaran untuk belajar dari sungai itu sungguh mencerahkan..

  18. afie says:

    ajaran untuk belajar dari sungai itu sungguh mencerahkan…asal tidak pakai banjir..hehe

Leave a Reply to Doa di Putik Kamboja Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>