Sastra Jawa Tanpa Desa

You may also like...

24 Responses

  1. Pakde Cholik says:

    Sewaktu SMP saya penggemar novel bahasa Jawa karangan Suparta Brata, Any Asmara, Harjono HP,dll. Ada novel yang sangat bagus waktu itu, judulnya ” Kumandanging Katresnan”, apik pwol. Saya juga pembaca setia Panyebar Semangat dan Joyoboyo, dua-duanya majalah berbahasa Jawa.

    Selamat Idul Fitri 1430 H.
    Minal aidin Wal faizin
    Maaf lahir dan batin
    Salam hangat dari Surabaya

  2. ariosaja says:

    sing jelas, met hari raya idul fitri, mohon maaf lahir dan batin

  3. zee says:

    Mungkin masalah seperti ini juga dialami di daerah lain ya mas.

    Maaf lahir batin ya. :)

  4. sebuah acara yang tetep saja menarik meski acapkali kehilangan greget akibat makin banyaknya masyarakat penyangga budaya jawa, termasuk yang tinggal di pedesaan, makin kurang apresiatif terhadap sastra jawa. ada banyak hal yang menyebabkan sastra jawa tak lagi bisa tumbuh secara sehat di daerah pedesaan. salah satu di antaranya, dukungan media yang (nyaris) tak pernah berpihak kepada sastra jawa. kalawarti dan media yang dulu sangat getol memuat teks sastra jawa, pelan tapi pasti tak sanggup lagi mempertahankan idealisme di tengah arogansi kaum pemilik modal.

  5. Zulhaq says:

    gak begitu mengerti dengan sastra jawa sih, tapi cukup tau lah walaupun sedikit2

    *ah, jadi keingat masa masa kuliah di solo*

  6. Kula nate nyerat sastra Jawa lan ngantos sapunika tetep maos Panjebar Semangat supados mangertosi tuwuh ngrembakanipun sastra Jawa,nanging eman,kados-kadosipun sastra Jawa mboten wonten perkembangan! Genre sastranipun namung niku-niku mawon! Menawi arsa majokaken sastra Jawa, kedahipun dipunwontenaken crita sambung remaja,crita sambung horor,lan sane-sanesipun supados generasi mudha remen maos! Lha sakmenika, ubet ingeripun tema crita-crita sastra Jawa panggah kados jamanipun any asmara,Tamsir As,lsp! Sumangga anggenipun ngrahapi atur kula! iwak sepat dikelo santen,menawi lepat nyuwun ngapunten!

  7. Yuda says:

    mungkin tidak cuma disono.. tapi disini juga masss

  8. masmpep says:

    tak ada jawa tanpa desa mas. sepanjang pengetahuan saya, tradisi sastra tak pernah lahir di desa. sastra selalu lahir dari kalangan yang memiliki banyak waktu luang, oleh sebab kekuasaan yang ada padanya. beberapa sastrawan–dulu pujangga–memang bermukim di desa. namun mereka tak benar-benar lahir dari desa.

    sastra produk desa? menarik juga. tetapi bagaimana caranya? sastra tutur mungkin bentuk yang paling relevan. dalam bentuk seni pertunjukan sebagaimana kata beni setia itu, di samping geguritan dan mocopat.

  9. uni says:

    ga ngerti uni…

  10. cyzko says:

    memang penting melestarikan budaya bangsa maju terus…………

  11. haris says:

    @ massmpep
    kalo sastra dlm pengertian yg kita kenal sekarang, memang tidak pernah lahir dari desa karena sastra yang kita akrabi skrg adalah sastra modern ala barat. itu pula yg membuatnya susah berkembang di desa. walaupun menggunakan bahasa jawa, sastra jawa yg banyak beredar jg terpengaruh oleh sastra barat. nah sastra lisan kan pernah berkembang di desa, mas. tapi saya kira, mau tak mau, warga desa tetap harus diupayakan membaca sastra kita sekarang krn manfaatnya banyak.

  12. arifudin says:

    ya kalau saya pribadi, dalam pelajaran sastra jawa kurang begitu dalam, karena hanya belajar di waktu SMP saja, selanjutnya sudah tidak lagi 😉

  13. pakacil says:

    saya sungguh tak faham soal dunia sastra.
    namun, sebagaimana untuk hal lain, tak salah kiranya kalau turut berharap agar sastra kian membumi, dan dekat dengan realita

  14. mari kita peduli akan bencana indonesia

  15. annosmile says:

    cukup dilematis mas
    tapi yang pasti kita memang harus menghargai sastra dan budaya kita
    agar tidak diklaim bangsa lain

  16. Ndoro Seten says:

    wah sayang wis lewat….lha kok ora kandha-kandha ken dab!

  17. andif says:

    samapai sekarang saja walaupun istri orang jawa tapi saya masih belum bisa bicara jawa :)
    salam,

  18. guskar says:

    saya penggemar berat sastra jawa terutama pak suparto brata, di mana sampai sekarang masih berusaha menambah koleksi tulisan2 bahasa jawa beliau. selain itu, saya juga berlangganan panjebar semangat, yg turun dari kakek dan bapak saya.
    saya kira masih banyak sastrawan jawa yg memilih suasana desa dalam membuat karyanya. jaman modern diceritakan dlm bahasa jawa kok terasa wagu gitu… :) contohnya bisa dibaca di beberpa cerkak di PS.

  19. Siti Aminah says:

    Terima kasih Mas Haris, kunjungannya ke blog saya. Terima kasih juga link-nya ke situs ini.

  20. mbah gendeng says:

    sekedara salam kenal dulu y bos………

  21. Oelil says:

    bagaimana juga menumbuhkan keinginan belajar sastra jawa atau minimal mengenal untuk generasi sekarang…

  22. zenteguh says:

    Ikut mengamini mas. Penetrasi sastra asing tak dimungkiri telah mengikis habis sastra Jawa. Saya rasa kegelisahan mas Haris ini adalah pintu masuk yang teramat baik untuk mengingatkan kembali hakikat sastra Jawa itu dan bagaimana menempatkannya kembali ke posisi aslinya..

  23. Dhumateng para kadang ingkang kagungan website ngengingi sastra saha budhaya Jawa, nyuwun tulung dipun lenk http://www.sastratriwida.ucoz.org . Matur Nuwun!

Leave a Reply to masmpep Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>