Ucok
Dia memakai setelan pakaian baru. Sebuah kaos putih bergambar Tom and Jerry dan celana pendek dengan warna dan gambar sama. “Dari Komnas Perlindungan Anak,” kata ayahnya sambil tertawa. Tapi dia tidak tertawa. Matanya tidak pernah menatap langsung ke saya. Ia seakan masih linglung, selalu melihat ke atas. Tak lama kemudian, ia meminjam HP ayahnya dan sibuk bermain game.
Nama aslinya Sulaiman. Tapi semua orang memanggilnya Ucok. Bocah itu masih 10 tahun. Tubuhnya kecil dan kurus. Matanya masih sedikit lebam. Bibirnya kelihatan sobek sedikit. Saya ketemu dengannya di rumah seorang tetangganya. Saya bertanya tentang kejadian yang dialaminya seminggu sebelumnya. Ia tak banyak menjawab. “Masih trauma,” ujar bapaknya.
Minggu dini hari, 28 Maret 2010, Ucok dan seorang temannya bernama Taufik (15 tahun) melintas di komplek Perumahan Detasemen Peralatan (Denpal) TNI AD Kostrad, Cilodong, Kota Depok. Mereka baru saja pulang dari bermain Playstation dan hendak menuju rumah mereka yang terletak di Keluraha Kalibaru, Kecamatan Cilodong.
Tiba-tiba, mereka ditangkap oleh sejumlah anggota Denpal Kostrad yang tinggal di perumahan itu. Mereka dituduh mencuri sepeda milik seorang penghuni perumahan yang sehari sebelumnya lenyap. Tanpa barang bukti, mereka “diadili”. Sejumlah tentara memukuli mereka dan meminta keduanya menyebut siapa saja anggota komplotannya.
Dua anak itu bingung. Ucok dengan asal kemudian menyebut nama seorang teman mereka: Yusuf. Tentara kemudian menjemput Yusuf. Dia dibawa ke komplek perumahan Denpal, lalu disiksa beramai-ramai. Diminta menyebut anggota komplotan lain. Lagi-lagi karena bingung, Yusuf menyebut nama teman lainnya: Yono. Tak lama kemudian, Yono dijemput. Bersama Ucok, Taufik, dan Yusuf, mereka disiksa oleh sejumlah tentara.
Ada banyak saksi mata karena penyiksaan itu dilangsungkan terbuka. Sejumlah warga Kalibaru melihatnya secara langsung, termasuk para orang tua anak-anak itu. Zainal, ayah Ucok, melihat secara langsung anaknya ditelanjangi, dipukul, ditendang, dan ditusuk pahanya dengan besi. “Saya akhirnya menjauh karena nggak tega melihat anak saya digitukan,” ucapnya.
Ibu dan bibi Yusuf juga melihat anaknya dan keponakannya dianiaya. “Kepala Yusuf ditutup pake ember cat, lalu dipukuli,” kata Samsiah, bibi Yusuf. Semua anak mendapat perlakuan serupa: dipukul, ditendang, ditusuk, dan lain sebagainya. Samsiah bahkan mengatakan pada saya bahwa anak-anak itu sempat akan disetrum.
Warga yang melihat jelas berusaha meredam amuk tentara itu. Tapi mereka tak berdaya. Para tentara mengancam akan ikut menghajar mereka. Jadi, mereka cuma bisa melihat.
Penyiksaan berhenti pukul 04.30 pagi, saat anak-anak yang sudah tak kuat disiksa akhirnya mengaku. Keempatnya dibawa ke kantor polisi untuk diperiksa dengan tuduhan pencurian. Tapi dua jam kemudian, polisi melepas keempatnya karena barang bukti tak cukup. Kasus pun berbalik: tentara-tentara itu dituntut dengan tuduhan penganiayaan.
***
Saya bertemu Ucok dan para keluarga korban di rumah Samsiah, sekitar seminggu sesudah kejadian. Awalnya saya berniat ketemu dengan Samsiah saja. Tapi perempuan itu memanggil beberapa keluarga korban lainnya. Ibu dan neneknya Yono; Ucok dan ayah ibunya; Yusuf dan beberapa saudaranya; dan sejumlah saksi mata.
Kami ngobrol hampir dua jam. Semua orang ingin bicara. Tampak kalau mereka benar-benar jengkel. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang tak mampu. Hari itu Selasa siang dan banyak lelaki yang kelihatan di rumah. Mereka jengkel dengan tentara. Sangat.
Sejumlah tentara, kata mereka, sudah datang ke rumah dan menyatakan hendak berdamai. Tapi mereka menolak. Tawaran uang yang disodorkan pihak tentara ditolak mentah-mentah. “Mereka sempat mau kasih uang kalau kita damai. Tapi saya nggak terima karena saya nggak jual anak. Biar seratus juta juga saya tetap nggak mau,” kata Yuyun, ibu Yono.
Saya kaget dan terharu dengan kata-kata Yuyun. Dia seorang perempuan sederhana dan ramah. Selama obrolan dengan saya, dia banyak tersenyum. Tidak tampak terlalu marah. Tapi saat bicara soal uang ini, ia benar-benar sangat geram. Seolah-olah, tawaran uang untuk damai itu penghinaan paling kejam buat dia.
Saya tak tahu apakah keadilan akhirnya bisa didapat Yuyun dan para keluarga korban lainnya. Kasus ini sempat ramai di sejumlah media tapi kemudian hukum alam terjadi: kasus lebih besar akan menggusur kasus kecil macam begini. Kini, orang akan melupakan kasus ini. Melupakan Ucok dan teman-temannya.
Para keluarga korban mungkin harus berjuang sendiri, ditemani LSM jika masih ada. Jelas akan lebih berat karena publikasi media sangat membantu. Para tentara itu, saya kira, akan kena sanksi sosial lebih berat jika nama mereka dimuat media. Kesatuan mereka juga akan terdesak untuk menghukum mereka jika media terus memberitakan.
Saat saya datang, kasus ini sedang dalam proses pemeriksaan oleh Detasemen Polisi Militer Cijantung. Ada empat orang yang dijadikan tersangka. Entah sampai mana sekarang penyelesaian kasus ini. Semoga tidak berhenti di tempat.
Sampai sekarang, saya tidak bisa melupakan ucapan Ucok saat saya bertanya bagaimana kondisinya. “Masih sakit,” katanya. Tubuhnya jelas sakit. Hatinya, saya kira, juga demikian.
Jakarta, 2 Mei 2010
Haris Firdaus
ilustrasi dari sini
memang seperti inilah kondisi indonesia…
aparat yang seharusnya melindungi malah merusak seperti sebuah peribahasa “pagar makan tanaman”
anak-anak di Indonesia memang harus lebih sabar…
agaknya sudah tiada lagi HATI dan KEPEDULIAN…apakah tiada jalan lain selain menggunakan KEKERASAN???atau emang MEREKA itu tak bisa kalau tak MENGERAS…
kasihan anak2 itu…turut prihatin…
wah,, wah,, yen aku ono nang kono, mesti melu ngantemi tentarane (haha,, soale da dendam kesumat! wkikiki. Tapi untung ga nang kono, soale mesti kalah. hehehe…
Tapi yang jelas, tentara dan ‘teman-temannya’ menjadi representasi nyata kekerasan masih jadi budaya yang ga bisa ilang. mungkin kebiasaan doktrin dan latihan yang keras kali ya.
Dulu, aku pernah ngobrol ma Dandim Solo, keberadaan mereka adalah untuk stabilitas keamanan negara dari ancaman, tapi jadi lucu juga kalau Ucok jadi ‘ancaman’. mungkin bagi mereka sepeda adalah metafora sebuah pulau. hehe…
kalau membahas soal keadilan di negeri ini, sama seperti membahas dongeng. entah benar bisa wujud atau nggak. tapi semua terbius dengan dongeng keadilan itu. saya nggak mau mengasihani ucok, karena dia masih punya banyak teman (yang bernasib sama) dan akan terus bertambah. yang perlu saya kasihani adalah TNI, sudah gaji kecil, anggaran persenjataan juga kecil,dikorupsi pula, dan kemudian harus menjaga archipelago terbesar bumi, dengan sumberdaya baru yang tumbuhnya sedikit. kasiaaannnn deh lu
sesuai cerita humor satire… tentang betapa hebatnya angkatan bersenjata negeri itu, sampai kelinci pun bisa mengaku dirinya sebagai tikus
sungguh mengenaskan nasib yang dialami Ucok, Taufik, dan Yusuf, yang disiksa tentara. beginikah perilaku mereka terhadap warga sipil? taruhlah, ucok yang mencuri. tapi kalau memang beradab, tidak langsung main pukul seperti itu. lha ini, duduk perkaranya aja belum jelas, ucok dah babak-belur. semoga ucok segera mendapatkan perlindungan.
tuntut balik ….!!!!!!!!!
keadilan, terutama buat rakyat kecil, di negeri ini ibarat sebuah ilusi, dia ada namun hanya dalam angan-angan, dia tidak bisa trgapai akibat kuatnya genggaman kekuasaan berbalut uang..
tulisan ini makin menunjukkan watak militer sesungguhnya, semakin jauh dengan slogan dwitunggal dngan rakyat,. dia sebaliknya menjadi musuh rakyat dan menjadi akrab dengan kekuasaan,,
salam kenal,, tulisannya mantap
oalah jaman-jaman!
wah manteb banget deskripsinya mas haris. cukup rame memang berita ini tempo hari.
Ya opo kabare mas?masih di gatra?
@ zenteguh: makasih, mas. kabar baik, mas. iya, masih di gatra.
Sedang sibuk Pak Haris? Kok belum ada yang lebih baru ya?
kemarin habis pulang ke solo, mbak amin. sedang banyak liputan juga. he2. nanti akan ada yg baru. sebentar lagi. 😀
Hmmm…selalu kasus-kasus yang menyentuh kemanusiaan seperti ini muncul, di Metro 10 kemarin juga mengulas 10 kasus kemanusiaan yang menimpa masyarakat kecil yang sebenarnya kasus sepele (pencurian semangka salah satunya) namun masuk ke pengadilan dan dituntut hukuman yang sama dengan koruptor yang telah mencuri uang rakyat sekian milyard/triliun
cermin ketidakberdayaan… tak bisa menentang arus, yang lemah makin tertindas…
masyaAllah kebangeten temenan tentara iku… mosok bocah 10 th di antemi, ditunyuki karo wesi .. Oalah tentara ora duwe rasa kemanusiaan, lebih kan bocah-bocah kui di takoni sing bener alon-alon moso ora o jenenge bocah yen di pendeleki tok yo wis wedi( takut) ojo di siksa ky kui, coba yen bocah kui anake tentarane trima ora???? wis puayah tentara kui, opo lagi kentekan duit …wkwkwkwk