Kisah Cinta Sebuah Keluarga
Film yang diilhami dari dwilogi novel karya Ben Sohib. Gabungan drama romantis dan komedi. Produksi komersial yang cukup berani mengangkat tema sosial soal benturan agama dan etnisitas.
Konflik ayah-anak itu dimulai dari persoalan sederhana: peci. Bagi Mansur (Rasyid Karim), seorang Betawi keturunan Arab, peci merupakan simbol kesalehan dan ketaatan pada ajaran Islam. Sedangkan bagi Rosid (Reza Rahadian), anak Mansur, peci hanyalah bagian dari tradisi, bukan ajaran Islam.
Karena itu, Rosid menolak perintah ayahnya untuk memakai peci. Dan penolakan itu punya alasan jitu: tak ada peci yang muat untuk menutupi rambut kribo Rosid. Begitulah film 3 Hati: 2 Dunia, 1 Cinta produksi Mizan Productions dimulai.
Film yang mengambil kisah dariNovel Da Peci Code serta Balada Rosid dan Delia karya Ben Sohib ini disutradarai Benni Setiawan –sebelumnya menggarap film Bukan Cinta Biasa dan Cinta Dua Hati. 3 Hati adalah gabungan drama romantis, komedi, dan kisah sosial soal benturan agama dan etnisitas.
Bukan hanya menghadirkan ketegangan dalam satu tradisi etnis dan agama, film ini juga memunculkan ketegangan antar-tradisi dan antar-agama. Alkisah, setelah berdarah-darah bertikai dengan ayahnya soal peci, Rosid kembali memicu ketegangan di dalam keluarganya karena berpacaran dengan Delia (Laura Basuki), gadis keturunan Manado beragama Katolik.
Jika dalam urusan peci saja –yang bisa dibilang “sepele”– pertikaian ayah-anak itu demikian hebatnya, bisa dibayangkan bagaimana marahnya Mansur melihat anaknya berpacaran dengan gadis beda agama. Setelah nasihat dan bentakan lisan untuk membujuk Rosid meninggalkan Delia tak mempan, Mansur menggunakan cara lain. Dari mengerahkan bantuan dukun hingga menjodohkan Rosid dengan seorang gadis muslim berwajah cantik bernama Nabila (Arumi Bachsin).
Film 3 Hati tidak hanya berkisah soal cinta dan tegangan agama. Film ini juga merupakan drama keluarga yang bercerita tentang bagaimana individu-individu dalam keluarga berusaha keras untuk terus saling mencintai, meski dirintangi pelbagai problem. Soal semacam ini tampak pada hubungan Rosid yang sangat intim dengan Muzna (Henidar Amroe), ibunya, juga hubungannya dengan Mansur yang membentuk tipe “benci tapi rindu” yang sesungguhnya romantis.
Reza Rahadian, Rasyid Karim, dan Henidar Amroe tampil cukup menawan membawakan peran masing-masing dan membentuk sebuah keluarga yang terombang-ambing antara tarikan agama dan rasa kasih sayang.
Pesan romantis film ini kian dipertegas dengan atribut Rosid sebagai pengagum W.S. Rendra. Poster-poster penyair “si Burung Merak” itu hadir secara intens dalam setting kamar Rosid. Selain itu, sejumlah puisi Rendra juga dihadirkan secara verbal dalam kemasan adegan yang cukup pas. Film 3 Hati bisa dibilang sebagai persembahan untuk W.S. Rendra.
Salah satu adegan mengharukan dalam film ini juga melibatkan puisi Rendra. Yakni ketika Rosid membacakan puisi untuk ibunya pada suatu malam di ruang tengah rumah mereka. Dengan suara sedikit serak dan gaya seadanya, Rosid membaca puisi Surat kepada Bunda karya Rendra di hadapan ibunya. Benni Setiawan mengemas adegan ini dengan syahdu dan mengharukan.
Sayangnya, keberanian Benni memaparkan konflik –yang seringkali dihindari sebagai tema dalam produksi film komersial di Indonesia– dan keberhasilannya mengail keharuan penonton tidak dilengkapi dengan ending yang lugas.
Benni terlalu jauh mengurai keberpihakannya pada cinta; sampai pada tahap yang menyulitkan dirinya sendiri dalam merekomendasikan sebuah penyelesaian. Dan pada saat itu, sebagai sutradara sekaligus penulis skenario, ia seperti kehilangan keberanian dan terombang-ambing dalam situasi serba-salah. Gereget film yang dibangun dari awal jadi terbengkalai di bagian akhir.
Haris Firdaus
Dimuat di Majalah GATRA Edisi 1-7 Juli 2010
Gambar diambil dari sini
hehehe… akhirnya Ris, tulisanmu muncul juga di GATRA. Wkakakaka…
kayake menarik kie
kalah cepet dari kang ciwir… Da Peci Code itu baca code-nya diartikan secara bahasa linggis atau code nama kali di belakang RS. Sardjito ya?
Wah, gak ‘fair’ nih, tulisannya masup Gatra. Tapi saat masup Gatra kok malah gak dalem seperti biasanya mas. Apa karena persoalan halaman. Wah, nek ngono mengecawakan. Gatra ne opo sing nulis yo, he-he-he.
Salam.
mengecewakan ya? he2. halaman jelas memang terbatas. cuma 1 halaman, sekitar 3 ribu karakter. selain itu, aku harus membatasi analisis melalui jalan cerita karena dikhawatirkan spoiler. he2.
Kayaknya menarik pilemnya. Ni pilem kapan diputer? Maklum, di tempat tinggal aye kagak ada bioskop.
pilem ini menyadarkan saya tentang suatu hal
saya akhirnya mundur dari apa yang saya perjuangkan
pilem yang bagus