Maluku Adalah Lagu
Maluku adalah lagu. Ini kalimat yang serentak terbukti ketika Zeth Lekatompessy muncul di panggung Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat malam, 27 Mei lalu. Menyanyikan lagu Maluku Tanah Pusaka, dendangan Zeth langsung disambut para hadirin yang kebanyakan berasal dari Maluku. Mereka bernyanyi serempak dan tanpa komando. Suasana Konser Cinta Beta Maluku itu pun menjadi syahdu dan menyentuh, bahkan bagi mereka yang tidak mengerti bahasa Melayu Ambon.
Berkisah soal kecintaan orang Maluku pada tanah kelahirannya, Maluku Tanah Pusaka adalah lagu yang akan selalu berhasil membuat orang-orang Maluku merindukan kampung halamannya. Lagu ini jugalah yang membuat mereka meresapi kembali rasa persaudaraan di antara mereka, terutama ketika lagu tiba pada lirik dari ujung Halmahera/ sampai tenggara jau/ katong samua basudara. Ditambah efek suara Zeth Lekatompessy yang halus dan mantap, pertunjukan Beta Maluku pada malam itu berhasil dimulai dengan hangat, semarak, dan romantis.
Beta Maluku, yang dipentaskan pada 27-28 Mei lalu, adalah edisi kedua proyek “Indonesia Kita” yang digagas Butet Kartaredjasa, Djaduk Ferianto, Agus Noor, dan kawan-kawan. Sejumlah seniman Maluku menjadi pelaku kunci dalam pentas ini. Penyanyi Glenn Fredly bertindak sebagai sutradara, Samuel Wattimena menjadi penata kostum, Barry Likumahuwa menjadi penata musik. Para penampil Beta Maluku juga sepenuhnya berasal dari Maluku. Selain Zeth, ada Bing Leiwakabessy, Ulis Makatita alias Om Koko, Molukka Hip-Hop Community, Mohammad Irfan Ramly, dan lain-lain.
“Indonesia Kita” merupakan proyek yang bertujuan merepresentasikan Indonesia yang majemuk melalui pentas kesenian dan pasar kuliner. Edisi pertama proyek ini adalah Laskar Dagelan: From Republik Jogja With Love, yang dipentaskan pada 29-30 Maret lalu. Karena tiap pertunjukan berupaya merepresentasikan kebudayaan tertentu, maka tak ada bentuk baku dalam tiap pentas “Indonesia Kita”. Karena itu, Beta Maluku bisa bepaut sangat jauh denganLaskar Dagelan.
Jika representasi budaya Yogyakarta adalah dagelan Mataraman, maka cermin paling baik untuk memantulkan kebudayaan Maluku adalah lagu. Karena itu, berbeda dari Laskar Dagelan yang didominasi lawakan, Beta Maluku hampir sepenuhnya berisi lagu. Secara garis besar, pertunjukan ini hendak menggambarkan evolusi orang Maluku, dari sejarah awal, mitologi, masa-masa konflik, sampai kondisi anak-anak muda Maluku kiwari. Dengan niat semacam ini, wajar jika akhirnya Beta Maluku menampilkan sejumlah seniman dari generasi berbeda.
Zeth Lekatompessy, sang penyanyi legendaris itu, sudah berusia 72 tahun. Bing Leiwakabessy yang piawai memainkan musik Hawaiian telah berusia 88 tahun. Sedangkan Mohammad Irfan Ramly, yang berkontribusi membacakan puisi dalam Beta Maluku, baru berusia 22 tahun. Jenis musik yang dibawakan para penampil juga macam-macam. Dari musik tradisi yang menggunakan suling dan rebana hingga hip-hop.
Dalam katalog pertunjukan, Glenn Fredly mengklaim pentas ini sebagai “teater musikal”. Tapi, kenyataannya, pertunjukan ini lebih mirip konser musik yang dipadukan dengan tarian. Unsur teater dalam pertunjukan ini sangat sedikit. Tidak ada narasi yang utuh. Dialognya juga minim. Memang ada sejumlah percakapan yang terjadi di antara beberapa orang dengan setting warung kopi.
Tokoh sentralnya adalah Zeth Lekatompessy dan Om Koko, seorang purnawirawan TNI-AD yang alih profesi menjadi pelawak. Ditambah dua pemain perempuan, percakapan itu membahas banyak hal: dari soal kesenian sampai politik, dari soal gedung kesenian di Ambon hingga politisi yang dipenjara.
Tapi percakapan tadi bukanlah drama, melainkan hanya obrolan warung kopi yang diangkat ke pentas. Pada satu segmen, Glenn Fredly tiba-tiba ikut nimbrung. Alih-alih memosisikan diri sebagai pemain yang melebur, Glenn justru menjadikan dirinya sebagai semacam pihak luar yang berperan mewawancarai Zeth dan Om Koko.
Glenn bertanya soal filosofi persaudaraan dalam kebudayaan Maluku yang tercermin dalam tradisi pela gandong. Lalu, setelah Zeth dan Om Koko menjawab dalam bahasa Melayu Ambon, Glenn menyimpulkannya: “Jadi, inti pela gandong adalah kasih sayang dalam perbedaan.”
Bila pesan itu tampak terlalu verbal, harap maklum. Beta Maluku memang tak mempersiapkan diri menjadi teater. Ini hanyalah pentas musik. Tapi, dalam sebuah pentas musik, lagu justru bisa berbicara lebih banyak –juga lebih merdu– ketimbang dialog dan pesan verbal. Lagu langsung menuju ke perasaan kita, sedangkan pesan verbal hanya lewat di kuping kita sebentar.
Maka, dari lagu-lagu yang ditampilkan dalam Beta Maluku, kita akhirnya melihat sebuah Maluku yang hangat dan bersahabat, juga sebuah Maluku yang bisa bangkit setelah konflik berdarah-darah. Barangkali ini hal terpenting yang bisa kita ambil dari Beta Maluku.
Haris Firdaus
foto dari sini
memang semilir angin pantai dan lambaian nyiur di pantai adalah inspirasi bagi sang pengarang lagu……..
hidup Zeth Lekatompessy dan Om Koko!!
Beta Maluku.. Ose Maluku… Maju Jang Taku… Angka Palungku