Sensasi Kicak dan Wedang Sirsak
Di rumah berdinding anyaman bambu itu, Sujan (36) dan dua teman perempuannya berjibaku dengan sejumlah bahan makanan. Ada kelapa muda yang sudah diparut, irisan buah nangka, dan sekitar 10 kilogram jadah ketan. Hari masih siang, tetapi kesibukan memasak di rumah tersebut hampir mencapai puncak.
Di atas kompor berbahan bakar arang, Sujan merebus air dengan wajan besar hingga matang, lalu memasukkan irisan nangka, daun pandan, dan gula pasir. Sesudah bahan-bahan tersebut mendidih, perempuan itu memasukkan parutan kelapa muda yang telah dikukus sebelumnya. Beberapa menit kemudian, giliran jadah ketan yang sudah dipotong-potong ikut direbus.
Wangi daun pandan bercampur nangka pun menyebar, memenuhi ruangan dapur, seiring makanan yang mulai matang. “Kami sedang membuat kicak, makanan khas saat Bulan Ramadan di kampung ini,” kata Sujan, Selasa siang, 30 Juni lalu, di Kampung Kauman, Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta.
Kicak adalah makanan legendaris yang hanya muncul saat Bulan Ramadan di Yogyakarta. Kudapan dengan rasa manis dan bau wangi itu pertama kali dibuat oleh seorang warga Kauman bernama Sujilah pada tahun 1950-an. Suami Sujilah bernama Wahono, atau biasa dipanggil Wono, yang bekerja sebagai mantri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
“Mbah Sujilah, atau lebih dikenal dengan nama Mbah Wono, sudah meninggal tahun lalu,” kata Sujan. Kini, usaha pembuatan kicak yang dirintis Sujilah dilanjutkan oleh keluarganya beserta beberapa pekerja perempuan, termasuk Sujan. Usaha itu masih menempati rumah sederhana yang dulu ditinggali Sujilah selama bertahun-tahun. Di rumah itu pula keluarga Sujilah menjual aneka jenis lauk-pauk, semisal sop, bihun, sambal goreng, dan lain sebagainya.
“Kalau untuk makanan lain, kami berjualan tak hanya di Bulan Ramadan. Tapi khusus kicak, kami hanya bikin saat puasa. Ini memang sudah tradisi sejak Mbah Wono masih hidup,” tutur Sujan. Pada masa Ramadan, keluarga Sujilah bisa membuat kicak hingga 200 bungkus per hari. Meskipun pembuat kicak saat ini sudah banyak, namun kicak olahan keluarga itu tetap terasa istimewa.
Berbeda dengan kicak buatan pihak lain yang kebanyakan dibungkus dengan wadah plastik, kicak yang dibuat keluarga Sujilah masih tetap dibungkus dengan daun pisang dilapisi kertas koran. Harga sebungkus kicak buatan keluarga tersebut adalah Rp 3.000. “Biasanya kicak mulai kami jual jam 14.00 dan dua jam kemudian sudah habis,” ujar Sujan.
***
Sementara itu, beberapa meter dari rumah tempat Sujan dan teman-temannya memasak kicak, suami-istri Jauzan Suwardi (61) dan Roychana (63) sedang membuat wedang sirsak. Cara pembuatan minuman itu sangat sederhana. “Sirsak dikupas, lalu diiris kecil-kecil, setelah itu dimasukkan ke dalam air yang sudah mendidih. Lalu kami campur sedikit sirsak yang sudah diblender dan diaduk selama beberapa menit,” kata Roychana.
Dia menambahkan, agar tidak terasa kecut, minuman sirsak itu biasanya dicampur dengan gula cair. Dalam sehari, Jauzan dan Roychana bisa menghabiskan 7 kilogram sirsak untuk membuat minuman tersebut. “Selain itu, kami bisa menghabiskan 2 kuintal gula pasir khusus untuk membuat wedang sirsak ini,” kata Jauzan.
Wedang sirsak yang biasanya dijual dalam kondisi hangat tersebut dihargai Rp 3.500 per bungkus. Selain bisa menyegarkan tenggorokan, menurut Roychana, minuman itu memiliki beberapa manfaat, misalnya menurunkan kadar kolesterol dan menyembuhkan penyakit asam urat. “Sirsak kan memang punya beberapa manfaat untuk kesehatan,” tutur dia.
Jauzan mengatakan, dirinya telah membuat wedang sirsak sejak tahun 1994. Ide membuat minuman semacam itu muncul saat Jauzan melihat penjual wedang sirsak di Pasar Beringharjo, Yogyakarta. “Saya lalu ingin meniru membuatnya dan menjualnya di pasar sore yang diadakan di Kauman setiap Bulan Ramadan,” ujar pria yang juga menjual aneka jenis makanan kecil tersebut.
Pasar Sore Ramadan Kauman sudah ada sejak awal 1990-an. Pasar itu berlokasi di sebuah gang selebar 2 meter dengan panjang sekira 150 meter. Para pedagang, yang tahun ini jumlahnya sekitar 50 orang, memakai meja-meja kecil untuk meletakkan barang dagangan mereka. Sama dengan pasar sore lainnya, kita bisa menemukan berbagai macam makanan dan minuman yang cocok sebagai takjil saat buka puasa.
Menurut Jauzan, Pasar Sore Ramadan Kauman biasanya dikunjungi banyak pembeli saat awal dan akhir Bulan Ramadan. Pada pertengahan Ramadan, pasar yang mulai buka sejak pukul 14.00 hingga waktu Adzan Magrib itu biasanya relatif sepi. Jika Anda sedang berada di Yogyakarta pada Ramadan kali ini, mengunjungi Pasar Sore Ramadan Kauman mungkin menjadi pilihan yang tepat, terutama untuk mencicipi kicak dan wedang sirsak.
NB: Versi lain tulisan ini dimuat di Harian Kompas edisi Sabtu, 11 Juli 2015.
Komentar