Apa yang Kau Cari, Surapati?
Kadangkala, seorang pahlawan adalah sosok yang teramat misterius. Tindakan-tindakan dan kisah hidupnya mungkin banyak kita ketahui, tapi selalu ada hal-hal tertentu dari sosoknya yang tak pernah kita pahami. Sayangnya, seringkali yang belum kita pahami itu justru sesuatu yang mendasar, sesuatu yang membuat dia menjadi pahlawan.
Saat membaca novel Yudhi Herwibowo berjudul Untung Surapati, kepala saya selalu digedor-gedor oleh pemikiran semacam itu. Diterbitkan penerbit Metamind, Solo, pada Februari 2011 lalu, novel setebal 660 halaman itu bisa disebut sebagai roman sejarah: dia mengisahkan hampir semua sisi kehidupan Surapati yang bisa diketahui dengan pedoman sejarah yang kuat.
Yudhi menggunakan sejumlah buku untuk merujuk cerita sejarah soal Untung, seperti Babad Tanah Jawa yang dibacanya dalam tiga versi. Untuk detail lain, Yudhi juga selalu merujuk buku. Soal Perang Kartasura, misalnya, ia merujuk ke Buku Terbunuhnya Kapten Tack karya de Graaf. Tentu saja, ada bagian yang rumpang, seperti masa kecil sang pahlawan, sebab tak seorang pun benar-benar tahu bagaimana Surapati lahir kemudian tumbuh besar.
Yang bisa diketahui dari Surapati kecil hanyalah dia seorang budak. Pertama kali dibeli oleh Kapitein Van Beber di Banten pada suatu hari di tahun 1600-an, Untung Surapati kemudian diserahkan pada seorang pedagang asal Belanda, Mijnheer Moor. Di rumah Mijnheer Moor inilah Surapati mendapatkan nama pertamanya: Untung. Sebelum itu, dia hanya dipanggil Si Kurus, semata-mata karena tubuhnya kerempeng.
Mijnheer Moor memperlakukan Untung dengan baik, terutama karena budak kecil itu dianggapnya membawa keberuntungan. Suzanne, anak Moor, juga suka bermain dengan Untung sampai kemudian mereka tumbuh dewasa menjadi sepasang teman, sahabat, lalu menjadi kekasih. Dan, seperti yang kemudian bisa terbaca dalam kisah hidup Surapati, Mijnheer Moor marah bukan kepalang tatkala tahu sang budak berani memacari anaknya. Untung dipenjarakan, disiksa, lalu dijatuhi hukuman mati.
Pada malam terakhir menjelang hukuman matinya, Untung berhasil meloloskan diri berkat bantuan Suzanne. Malam itu juga, Untung juga membebaskan para tahanan di penjara yang sama. Dalam waktu yang sangat cepat, dia menikahi Suzanne, tapi kemudian memutuskan mengembalikan istrinya itu ke rumah Mijnnheer Moor. Untung kemudian bergabung dengan para tahanan yang melarikan diri dan berkumpul di suatu tempat yang disebut Tanah Mati.
Di Tanah Mati inilah, kisah hidup Untung berubah drastis. Dari seorang budak penakut yang penurut pada majikannya, Untung berubah menjadi seorang pemberani yang, entah kenapa, tiba-tiba memutuskan memusuhi VOC. Saat itu, dia memang bukan lagi pemuda kurus yang penakut, tapi sudah menjelma menjadi pendekar sakti berkat berguru pada seorang pendekar lain bernama Ki Tembang Jara Driya.
Tapi, bahkan ketika telah mewarisi ilmu kanuragan dari Ki Tembang, Untung tetaplah budak Mijnheer Moor dan dia hampir tak pernah menunjukkan rasa ketidaksukaan pada VOC. Faktanya, majikan Untung adalah seorang residen VOC dan dia tampaknya nyaman-nyaman saja menjadi budak dari sosok semacam itu. Satu-satunya permusuhannya dengan VOC terjadi ketika dia memacari Suzanne dan Mijnheer Moor yang marah lalu menghukumnya.
Perlu dicatat: Untung sebenarnya tidak berurusan dengan VOC sebagai institusi, tapi hanya punya permusuhan dengan Moor yang merupakan bagian kecil dari VOC. Dan, perlu digarisbawahi lagi: sebab keduanya berselisih pun bukan sesuatu yang berkaitan dengan kekejaman dan monopoli dagang VOC di Nusantara. Sebab keduanya berselisih “hanyalah” soal cinta. Tapi justru dari perselisihan semacam itulah Surapati lalu beralih menjadi seorang musuh VOC yang sempat sangat merepotkan.
Di Tanah Mati, di antara para pelarian yang berkumpul di sana, Yudhi Herwibowo melukiskan sebuah tindakan heroik yang dilakukan Surapati. “Maka kupikir, daripada kita terus melarikan diri dan bersembunyi, kita sebaiknya bisa pula mempertahankan diri! Ini adalah tanah kita! Mereka, orang-orang asing itu, tak berhak memperlakukan kita seperti ini!” kata Untung saat itu. Sesudah sebuah proklamasi yang heroik tapi agak aneh ini, Untung menghimpun anggota baru untuk memperkuat kelompoknya, kemudian mengadakan latihan kanuragan untuk mereka.
Sesudah itu, mereka melakukan sesuatu yang tak bisa saya pahami: merampok harta orang-orang VOC. Dipandang dalam konteks sekarang, perampokan harta orang-orang VOC akan dengan mudah diterima. Tindakan itu mungkin dianggap sebagai pelampiasan kebencian terhadap orang asing, mungkin semacam nasionalisme. Tapi, waktu itu, belum ada nasionalisme, belum ada sebuah komunitas yang dibayangkan sebagai satu nation dengan Untung dan kawan-kawannya.
Saya tak habis mengerti kenapa Untung dan kelompoknya merampok orang-orang VOC. Sebab, dalam pandangan saya, Untung tak pernah benar-benar punya motivasi melakukan itu. Bukankah permusuhannya hanya dengan Mijnheer Moor? Bukankah sumber perselisihan Untung dengan Moor hanyalah Suzanne? Kenapa dia tidak merebut Suzanne, misalnya, tapi justru merampok orang-orang yang tak berkait langsung dengan Moor? Jika perampokan itu dilakukan untuk bertahan hidup, bukankah pilihannya menjadi terlalu berisiko?
Dalam novelnya, Yudhi Herwibowo melukiskan Untung sebagai orang yang tak pernah menganggap kedatangan VOC di Nusantara sebagai masalah. Oke, dia memang seorang budak, tapi tanpa VOC pun perbudakan di Nusantara kala itu pastilah tetap terjadi. Ketika menjadi budak Moor, Untung juga tampak nyaman-nyaman saja karena dia diperlakukan baik. Satu-satunya yang menjadi perhatiannya kala itu pastilah hanya soal bertahan hidup sehingga begitu dia mendapat jaminan kehidupan yang cukup baik, Untung tak perlu berpikir soal-soal lain.
Tapi, di Tanah Mati, Untung seolah-olah menjelma menjadi orang lain. Tiba-tiba dia punya gagasan memusuhi VOC, merampok harta kelompok dagang itu, menggunakan senjata-senjata VOC yang dirampasnya untuk memperkuat kelompoknya. Dari mana ide ini timbul sebenarnya? Apa alasannya? Dan, lebih penting lagi, apa sebenarnya tujuan Untung? Membebaskan Nusantara? Saya kira tidak karena gagasan merdeka dari penjajah belum timbul kala itu.
Pada titik inilah, saya menyadari betapa motivasi seseorang melakukan “perjuangan” kadangkala tak pernah jelas. Tapi bahkan tanpa motivasi yang jelas pun, “perjuangan” Untung melawan VOC berlangsung sangat lama, sampai dia harus mengungsi dari Batavia ke Kartasura, lalu ke Pasuruan. Selama pertempurannya dengan VOC, banyak pihak yang sudah dilibatkannya: dari mulai Keraton Kartasura hingga para adipati di Madura, Bangil, dan daerah-daerah lainnya. Namun, kadangkala, ketika semua pertempuran itu dihadapkan pada pertanyaan “untuk apa”, semua orang yang terlibat dalam pertempuran itu mungkin tak pernah benar-benar mengerti.
Setelah membaca novel Untung Surapati, saya kadang membayangkan: jangan-jangan Untung Surapati sendiri tak pernah mempunya tujuan yang jelas ketika dia memutuskan memusuhi VOC. Jangan-jangan, pada suatu waktu ketika permusuhan dengan VOC makin besar dan tak bisa dipadamkan, Surapati juga merasah resah dan tidak mengerti kenapa dia sampai terseret pada proses semacam itu. Dengan berpikir semacam ini, saya tidak sedang menurunkan derajat kepahlawanan Surapati yang dianugerahkan oleh pemerintah Indonesia pada 1975.
Bagi saya, kepahlawanan adalah sesuatu yang muncul dari tafsir orang-orang yang memberi gelar, bukan dari orang yang diberi. Kepahlawan juga bukan sesuatu yang beku dan selesai. Sehingga, ketika bahkan kita menganggap Untung Surapati sebagai “pahlawan nasional”, kita mungkin tak pernah benar-benar tahu apa yang dicari Surapati dari pertempuran panjangnya dengan VOC.
Jakarta, 15 Mei 2011
Haris Firdaus
gambar diambil dari sini
aku sudah menyukai Untung Surapati ketika aku masih SD (20 thn lalu), ketika membaca kisahnya di buku sejarah. Beberapa tahun lalu aku mencari tahu kembali tentnag sosoknya, dari bacaan yang aku baca-baca, aku merasa ada sedikit persamaan karakter aku dengannya. Aku punya sebuah rencana, jika aku punya anak laki2, akan aku beri nama, UTARA SURAPATI. Akan aku buat karakter seperti Untung Surapati, Berkepribadian kuat, berani dan punya kepekeaan sosial.
Aku juga punya angan2, bahwa suatu hari nanti ada yang mengangkat kisah Untung Surapati ini ke sebuah film. Saat melihat film merantau yg diperankan Iko Uwais, pesilat Nasional. aku langsung berpikir, wah, Iko Uwais rasanya orang yg pas memerankan Untung Surapati. Aku pernah melontarkan langsung ideku ini ke produser film merantau, bisa saja terjadi, tinggal momentnya saja yg mungkin harus dicari.
Setelah membaca reviewmu…. ada yg buat aku penasaran, darimanakah sumber sang Penulis dalam menggambarkan cerita Untung Surapati?. Kalau novel ini hanya roman, lebih banyak fiksinya dari pada faktanya. Ya… ini sih cuma novel biasa… bukan novel sejarah…
nice review
saya jelas lupa mencantumkan bahwa novel ini adalah novel dengan latar sejarah yang sangat kuat. sumber2 sejarahnya berasal dari banyak buku, di antaranya Babad Tanah Jawi dan History of Java. jadi data sejarah dalam novel ini mendekati cerita sejarah yang selama ini dipercaya soal Untung Surapati. jadi, kesimpulan yg saya ambil pun pada akhirnya diambil berdasar cerita2 sejarah yang selama ini dipercaya soal untung surapati.
kalau referensi novel ini banyak bersumber dari sumber-sumber sejarah, berarti novel ini bisa disebutlah novel sejarah. Jika demikian, rasanya novelnya jadi lebih menarik. Saya niatkan untuk membeli novel ini.
Bung Ali, ide Anda sama dengan saya. Film Untung Suropati, jika ada, maka yang layak memerankan nya adalah Iko Uwais, ………
Bila perlu sutradaranya adalah Gareth Evans sutradara yang sukses membuat film Merantau dan The Raid jadi pembicaraan dunia.
Bahan sudah tidak perlu sulit mencari-cari dokumen sejarah, tinggal kembangkan saja dari novel ini yang tebalnya saja 600 halaman.
Soal modal….hmmm, dengan kesuksesan film The Raid yang mendunia saya rasa tidak akan sulit jika produsernya adalah Merantau Films
Satu lagi, Indonesia di abad 21 ini hampir tidak pernah memproduksi film kolosal sekelas Tutur Tinular, Pahlawan Gua Selarong dll. Padahal di luar negeri, film-film jenis ini menuai sukses besar seperti Red Cliff, 300, Kingdom of Heaven dan Alexander The Great.
setelah komentar pertama di posting ini, saya menambahkan sejumlah hal di dalam tulisan ini. intinya adalah, novel Yudhi Herwibowo ini bukanlah sekadar fiksi, tapi juga diperkuat oleh detail dan narasi sejarah yang kuat. daftar pustaka novel ini bahkan mencapai tiga halaman. maaf karena saat memposting tulisan ini pertama kali, saya lupa mencantumkan hal ini.
Yup. saya merasa penambahan penjelasan tersebut sangat penting, karena Untung Surapati bukan tokoh Fiktif. Andai refensi dikit dalam artian novel ini banyak dibuat hanya rekaaan imaganiasi penulis, jadi kurang antusias membacanya. Lain hal nya jika ini Untung ini tokoh fiktif yg dimunculkan seperti Wiro Sableng misalnya.
Haris senang aku baca tulisanmu.
membaca judul tulisanmu, aku langsung bisa meraba isinya? ;D
Data sejarah tentang mengapa untung surapati tiba-tiba berubah menjadi sosok lain, ada dalam semua buku sejarah yang kubaca. entah itu babad tanah jawa, atau pun terbunuhnya kapten tack. bahkan kalau kamu coba membuka wikipedia ceritanya pun begitu.
Tentu permasalahan cinta membuat seorang tak cukup bisa berubah serastis itu bukan? pikiranmu sama sepertiku.
Tapi tentu hal itu tak bisa dirubah bukan? semua orang bisa mengetahui fakta itu. Maka itulah aku berusaha membuat keadaan itu menjadi lebih logis dan masuk akal. aku ceritakan momen2 saat untung melihat gembel saat ia menemani Tembang Jara Driya. dari situ aku ingin menyelipkan sedikit sisi2 kedaerahan dirinya.
kisah cinta terlarang itu sebenarnya hanyalah pemantik. untung tak cukup berubah saat percintaan itu. bukankah ia masih mau bergabung dengan voc? namun kemudian banyak kejadian yang membuat dirinya harus berubah. pertemuannya dengan pangeran purbaya, dan perlakuan seorang marsose padanya, itu sisi2 lain untuk menguatkan kelogisan perubahan sosok untung.
terlebih saat ia tak bisa menahan diri untuk melawan marsose itu di sungai cikalong. sejak itu untung berubah, dan ia harus berubah bukan, terlebih setelah Suzanne meninggal.
Pengejaran voc itulah yang memang merubah dirinya! ia harus bertahan bersama dengan orang2 yang mengikutinya. dan kupikir, dari itulah semua perubahan drastis itu menjadi lebih masuk akal, setidaknya menurutku. karena untung seperti tak lagi punya pilihan untuk tidak berubah.
dan perubahan itu tentu saja berdampak! Karena untung harus menghidupi para pengikutnya dan mengumpulkan senjata untuk bertahan, maka hanya orang2 voc yang dapat menyediakan itu. maka itulah kemudian ia merampoknya. dalam buku terbunuhnya kapten tack, diungkit berkali2 soal itu. bahkan dari situlah sebutan begal melekat pada untung.
@ untuk kawan ali label: saya merasa buku ini tak cukup banyak memainkan imajinasi saya karena data2 sejarah cukup banyak, dan saya tak cukup berani mengubahnya. nama2 marsose belanda sesuai aslinya. bahkan di bagian Kartasura, detail perang babarong saya ikuti sesuai tesis de Graff. itulah yang membuat saya kerap merasa kurang imajinatif menggarap bagian ini, berbeda saat saya menuli Pandaya Sriwijaya.
mungkin yang masih banyak saya main2kan imajinasinya hanya di bagian Batavia. terutama soal percintaan Untung dan Suzanne.
thanks
Wow… penulisnya sendiri memberikan penjelasan… semakin penasaran.. 😀
mas yudhi, tulisan ini adalah tafsir atas tafsir atas tafsir. kamu menulis novel berdasar tafsir atas kisah Untung di Babad Tanah Jawi, sementara aku menafsir cerita Untung yang merupakan tafsiranmu. padahal kisah di Babad Tanah Jawi pastilah juga merupakan tafsir atas kehidupan Untung. tidak masalah beda tafsir, yang penting adalah makna tafsir itu bagi hidup kita. begitu. 😀
Saya seneng ada novel tentang sejarah Indonesia kayak gini..
Mempelajari Indonesia dengan cara yang mudah
inilah salah satu kelebihan sebuah novel yang mengangkat kisah2 berlatar sejarah, mas haris. Mungkin teks ini jauh akan lebih “liar” dan menghanyutkan ketika sang pengarang (Yudhi Herwibowo) memiliki “keberanian” untuk menggunakan kekuatan imajiner dan penafsirannya utk mengeksplorasi sosok untung menjadi sosok yang lebih “manusiawi” lengkap dengan problematik kejiwaannya. tapi saya sungguh mengapresiasi karya kreatif ini. semoga sukses. salam buat Yudhi Herwibowo!
namanya jug manusia mas…..bahkan terhadap dirinya sendiri akan selalu ada tabir rahasia yang tidak akan tuntas terbuka, bahkan hingga ajal menjemput nyawa!
@ haris : tentu ris, kamu bener. babad tanah jawa memang tafsir yang terus ditulis ulang dari berbagai versi. lama2, sadar-gak sadar buku itu seperti menjadi buku teks ;). para penulis sejarah sering mendasarkan pada buku itu, karena tak ada lagi data yang cukup lengkap dibanding itu. penelitian2 modern biasanya hanya mengambil bagian per bagian. tentu gak akan mencukupi dahaga para penulis dan pembaca yang selalu ingin lebih tahu. aku pun sekedar ingin menafsir ulang kisah itu… semoga bermanfaat, sebelum orang melupakan kisah itu…
@ mas sawali : makasih mas, saya sendiri masih terus belajar kog mas.
salam kembali ya mas. beberapa kali saya baca tulisan mas di blog… 😉
Sejarah adalah disiplin ilmu yang paling menarik. Ada banyak kejutan didalamnya.