Bob Parr
Bagi saya, salah satu kisah ihwal pahlawan yang paling kocak sekaligus tragis, main-main tapi juga filosofis, adalah yang termaktub dalam Film The Incredibles (2004). Ketika pertama kali menontonnya beberapa tahun lampau, saya menyukai film animasi garapan Brad Brid ini karena, dalam bagian tertentu, film ini meretakkan gambaran yang lazim mengenai pahlawan.
Seperti yang pernah kita tonton, The Incredibles berfokus pada kisah sekeluarga superhero yang harus menjalani kehidupan normal—itu artinya menanggalkan kekuatan superhero dan aksi-aksi edan jalanan mereka—di sebuah daerah pinggiran kota di Amerika Serikat dengan uang pas-pasan. Semua itu terjadi karena lima belas tahun sebelumnya, sejumlah besar anggota masyarakat telah menuntut para superhero itu karena aksi-aksi mereka dianggap merugikan masyarakat.
Mr. Incredible, tokoh utama film itu, tak lepas dari tuntutan hukum ketika, pada malam pernikahannya dengan Elastic Girl, ia malah memburu seorang penjahat bernama Bomb Voyage. Malam itu Bomb Voyage lolos tapi pertempuran keduanya mengakibatkan banyak kerusakan umum. Seorang warga yang merasa dirugikan menuntut ganti rugi pada Mr. Incredible. Banyak warga lain yang juga menuntut superhero lainnya— The Incredibles mengisahkan AS punya banyak sekali superhero pada masa itu—sehingga akhirnya terciptalah sebuah tuntutan massal yang memandang superhero lebih merusak ketimbang menyelamatkan.
Pemerintah menalangi semua kerugian yang diakibatkan aksi para superhero itu dan mereka diberi semacam amnesti. Tapi, kompensasinya, para superhero itu mesti menjalani sebuah program yang akan mengubah secara drastis kehidupan mereka. Dipaksa meninggalkan kekuatan super mereka, Mr. Incredible, Elastic Girl, dan puluhan superhero lainnya diberi sebuah kehidupan baru: mereka mendapat identitas baru dan pekerjaan di sebuah “dunia normal”—dunia tanpa superhero.
Dulu, waktu pertama kali menonton The Incredibles, saya menganggap tuntutan hukum untuk mengembalikan superhero ke kehidupan normal merupakan ide cerita yang bagus tapi terkesan tak rasional. Bagaimana mungkin masyarakat membenci para pahlawan mereka itu? Kini, saya tahu bahwa dalam logika hukum di AS, ihwal macam itu ternyata dimungkinkan.
Di AS, tidak ada hukum yang mengharuskan seorang individu memberikan pertolongan ke orang lain—tak peduli betapa parah kondisinya. Jika Anda melihat seorang perenang yang tenggelam di sungai dan Anda diam saja sambil ongkang-ongkang kaki, Anda sama sekali tak bersalah secara hukum. Justru ketika Anda berusaha menolong seorang yang kehabisan nafas dengan melakukan CPR tapi korban yang Anda tolong itu kemudian menderita patah tulang rusuk karena CPR Anda, Anda bisa dihukum berat.
Secara umum, hukum di AS bisa dikatakan memberikan hambatan untuk menyelamatkan seseorang. Hukum semacam itulah yang bisa digunakan untuk menuntut para superhero dalam The Incredibles. Tidak ada yang mengharuskan para superhero itu menyelamatkan orang lain. Itu tugas polisi bukan? Justru ketika, dalam usaha penyelamatan seseorang, superhero itu mengakibatkan kerugian ke orang yang hendak mereka tolong—tak peduli betapa kecilnya kerugian itu dibandingkan keselamatan nyawa mereka—sang superhero bisa dituntut. Ini memang aneh secara moral, tapi secara legal di AS diterima.
Begitulah jalan pikirnya sehingga akhirnya Mr. Incredible berubah menjadi seorang pegawai perusahaan asuransi yang murung bernama Bob Parr. Istrinya kini bernama Hellen, ibu rumah tangga yang cerewet dan kadang-kadang suka marah. Dalam kehidupan normalnya itu, Bob sama sekali tidak betah karena selain harus menanggalkan semua kekuatannya—hanya jika Anda superhero, Anda bisa merasakan kepedihan itu!—ia harus menghadapi bos dengan sifat buruk yang hendak terus-terusan menipu pelanggan. Bob terikat dengan moralitas pahlawan: ia menolong semua pelanggannya mendapatkan ganti rugi atas kerusakan barang yang telah mereka asuransikan—tapi bosnya justru menginginkan sebaliknya.
Saya sangat menikmati kontras Bob dengan dirinya dulu ketika masih Mr. Incredible. Saya suka ketika Bob yang kini gembrot mengenang masa lalunya—saat ia masih bertubuh atletis, menyelamatkan para korban, dikagumi mati-matian—dan kemudian sadar bahwa semuanya telah berubah. Tidak ada masa lalu yang bisa kembali seharusnya. Tapi The Incredibles adalah film animasi superhero sehingga mau tak mau, kita disuguhi kembali kisah kepahlawanan klasik. Bob sekeluarga kembali menjadi superhero, menyelamatkan kota dan orang-orang, dikagumi, dan setelah semua itu, mungkin manusia biasa dan manusia super bisa hidup berdampingan secara bersama.
Separuh film itu menuju ending membuat saya bosan karena mitos pahlawan yang sebelumnya diretakkan kini kembali direkattkan. Jujur saja, saya jauh lebih suka membayangkan Bob tetap sebagai Bob gembrot pemurung yang bosan pada hidupnya tapi terus ingin melakukan sesuatu yang bermakna bagi orang lain. Bagi saya, kebaikan Bob sebagai pegawai perusahaan asuransi—dengan membantu para klien mereka mendapatkan ganti rugi secara jujur—juga merupakan sebuah sifat kepahlawan. Bob yang itu, bukan hanya Mr. Incredible, adalah seorang pahlawan pula.
Saya jauh lebih menyukai Bob Parr si pegawai asuransi ketimbang pahlawan super berambut klimis dan memakai kostum merah menyala bernama Mr. Incredible karena Bob lebih manusiawi dan oleh karenanya lebih dekat dengan kita. Terlebih lagi, dalam dunia yang sesungguhnya, kita lebih membutuhkan seorang Bob ketimbang selusin Mr. Incredible. Kita tidak membutuhkan pahlawan super yang sempurna dan tanpa cela, kita hanya butuh orang baik yang mau berkorban demi sesama.
Saya tidak ingin berurusan dengan para “pahlawan nasional” yang telah diseleksi oleh negara itu. Kita sudah cukup lama berurusan dengan mereka dan kadang-kadang kita tak mengerti apa guna dari semua itu. Tentu saja, pembentukan nasionalisme—salah satunya dengan menetapkan siapa saja “pahlawan nasional” itu—memang diperlukan dalam sebuah negara bangsa yang terdiri dari banyak sekali perbedaan. Tapi proses pembentukan itu telah menyedot sebagian besar perhatian kita sehingga apa yang kemudian disebut sebagai “pahlawan” itu hanya bermakna sesuatu yang “besar” dan “nasional”.
Saya kuatir semua itu membuat kita memberi harga yang terlalu kecil bagi tiap kebaikan remeh di sekitar kita, menjadikan kita seorang individu yang terobsesi dengan sifat kepahlawanan dari jenisnya yang paling besar, megah, dan puncak. Saya kuatir kita terlalu mengagungkan Mr. Incredible yang kekuatannya terbuki tak tertandingi dan Elastic Girl yang kelenturan tubuhnya sungguh luar biasa, sembari mengesampingkan fakta bahwa Bob dan Hellen adalah orang baik. Padahal, sekali lagi, justru Bob dan Hellen yang tiap hari kita temui—merekalah yang membantu hidup kita, tentu saja hanya secara sedikit demi sedikit, menjadi lebih baik.
Sukoharjo, 11 November 2009
Haris Firdaus
ps: gambar diambil dari sini
yang jelas saya masih selalu kemekelen saat nonton filem keluarga hero itu dan diulang-ulang lagi sampai sekarang…
*soal pahlawan, seringkali saya heran dan prihatin ketika ada sosok yang benar-benar pahlawan justru lama sekali baru mendapatkan perhatian (dan gelar kepahlawanan) dari pemerintah… bung Tomo adalah salah satunya, dan biasanya sosok2 pahlawan itu terpinggirkan karena berseberangan pendapat dengan pemerintah*
weeeeeeeee…. pertama eee…
*Indonesia memang masih kurang menghargai pahlawannya ya?*
hmm.. AS memang bermoral aneh? ato malah tak punya??
ngekek tok ketika nonton filme
Yang sering terjadi adalah kita terus mencetak pahlawan, memformatnya dengan harapan dan tuntutan, sambil mengabaikan keterbatasan dia sebagai manusia biasa. Kita butuh orang yang bisa mengatasi kelemahan kita, dan mengisi impian kita. 😀
wow saya pernah lihat, unik, penuh sensasi dan seru 😉
wah ha saya kurang seneng nonton film je, makanya banyak nggak nyambung mas..
mungkin saya termasuk ketinggalan info sehingga belum pernah nonton film ini
heheh.. saya pernah nonton..juga…film ini. dan masih terus nonton kalo kangen
jadi pengen nonton filmnya, masih beredar ga ya?
di indonesia salah nolong orang malah kita jadi tersangka hahaha payah….
ternyata aku sendiri yang katro, coz lum pernah nonton
Maaf, saya terlambat…
Baru tau kalau blog lama pindah ke sini…
Sekarang linknya sudah saya perbaiki dan saya tak akan ketinggalan info lagi.
Sukses buat blog rumahmimpi.net
@ fanny: tentu tiap bangsa punya stanar moral. bisa saja memang sangat berjauhan, walo ada hal2 universal yang bs jadi sangat sama di manapun.
@ antyo: saya kira, kebutuhan itu lebih baik disalurkan melalui teks-teks fiksi saja, bukan ke orang2 real. 😀
@ abula: ini film lama. beberapa kali diputar di televisi juga. kayaknya masih ada di rental2 vsc
@ marsudiyanto: tidak masalah pak. dulu blog lama saya sempat sy redirect ke blog ini, sekarang tak lagi. selamat datang pak>
hoho jadi super hero pun tak enak ya di AS?
di AS kadang terlihat ga bermoral, tapi sering juga terlihat sangat humanis…namun soal pahlawan, kebanyakan mereka yg jadi pahlawan justru sebenernya muncul secara alamiah, bukan dibuat2 😉
Superhero saya di film AS itu Colonel Walter Krutz di film Coppola berjudul Appocalypse Now 😀
begitu ya hukum di AS…baru tau sekarang ini saya.
betul…kadang image seorang pahlawan itu begitu dahsyatnya hingga bisa disebut adimanusia, superman…jadi kadang mengurangi pandangan bahwa pahlawan juga manusia. dan yang pasti tindakan kepahlawanan bisa ditemukan dalam diri tiap orang dengan wujud yang lebih sederhana dan membumi…
asik film ini,
tapi tetep aja jurassic park edisi pertama yang terbaik hehehe
that’s why the world doesn’t need superman…..
Wah…saya belum pernah nonton film ini….tapi kayanya bagus ya…
susah juga dunk
niatnya mao nolong eh malah tambah parah
hukum di USA, bingungin juga yah
yah tapi kan rata-rata karena udah ada petugas yg lebih profesional, para penolong cuman diharapkan menolong seadanya
Tulisan yang inspiring.
Kita memang tidak butuh lusinan super hero..
Kita butuh manusia-manusia sederhana yang baik pada sesamanya. Tidak perlu kekuatan superb untuk menyentuh hati sesama. Cukuplah menjadi orang yang baik dan menyenangkan. Itu sudah lebih dari cukup untuk dunia yang sudah semakin menyebalkan ini…
@ Lala: sepakat lala. orang baik di dunia yang menyebalkan akan makin tampak sama dg pahlawan. ato jangan2 emang “pahlawan” itu orang baik di dunia yg menyebalkan 😀
ide artikel ini juga bagus,
mungkin orang Indonesia sedikit lebih baik dari orang amerika yah..
mungkin lho…
tapi kan setelah itu Bob dipecat sama bosnya..
salam kenal ya…
Yang penting tidak menjadi pahlawan kesiangan
Saya belum pernah lihat film itu, Mas…
Tapi makasih infonya, tulisan ini membuat saya ‘lapar’ ingin menontonnya.
Salam kenal!
saya suka sekali dengan film ini. tapi saya juga suka cara anda menulis resensinya. keren.
Hi there. I like your blog a lot, full of cool things. Well, I have to say, I like the movie too. It’s both funny and thrilling. It’s a perfect kind of movie for both kids and adults. Cheers.
wah,,, aku nonton ilfeel dhisik ris…
berkunjung….
semangat update lagi…
mulai dari diri-sendiri,mulai saat ini juga, dari hal yang kecil……………..untuk menjadi seorang pahlawan
para pahlawan memang telah tiada dan kini yang kita butuhkan adalah orang-orang biasa yang mempunyai hati nurani yang bersih sehingga maumenolong sesama
mau menolong dan peduli disalahkan, mau masa bodoh bertentangan dengan nurani … serba salah
walah, saya tidak tahu, pernahkah saya menonton film ini? doh!
saya juga suka cartoon, tetapi khususnya superhero
keren jg waktu ntn hancock.. bintangnya will smith.. sang superhero yg sukanya mabuk, dan merusak fdasilitas umum heheh