Tahun Baru
2010 adalah tahun yang benar-benar baru bagi saya. Sejak awal Januari lalu, saya meninggalkan kota tempat saya lahir dan tinggal lebih dari 20 tahun. Saya pindah ke sebuah kota hiruk pikuk, jauh lebih jelek, tapi mau tak mau harus saya akrabi. Ini konsekuensi dari pekerjaan baru saya.
Perubahan ini, bagi saya, sangat drastis. Saya harus meninggalkan hampir segala hal yang saya akrabi selama ini. Kini, hampir tiap hari, saya menemui sesuatu yang baru–untuk tidak mengatakan asing. Saya butuh banyak adaptasi dan sampai sekarang, mungkin saya masih dalam tahap itu.
Di awal-awal proses ini, sempat terbersit rasa gentar, semacam ketakutan terhadap apa-apa yang terjadi kemudian. Tapi lama-lama, saya toh tahu: justru perubahan ini membawa kebaikan bagi saya. Seorang kawan yang paling dekat dengan saya secara yakin mengatakan pada saya: “Bukankan ini yang memang kamu tunggu-tunggu?”
Kawan itu mungkin memang benar. Akhirnya, saya harus mengakui, hati kecil saya memang gembira dengan perubahan ini. Setidaknya kini pandangan saya jauh lebih luas, dan ke depan, pengalaman dan ilmu-ilmu yang baru pasti saya peroleh. Sejak dulu, saya selalu mendambakan perubahan-perubahan tertentu terjadi dalam hidup saya–walaupun, kadang saya terlanjur merasa nyaman dengan kondisi saya dan membuat saya enggan berubah.
Kepindahan saya jelas mengharuskan saya berpisah dengan sejumlah orang dekat saya–keluarga, kawan-kawan sesama penulis di Solo, teman-teman kuliah saya, dan sederet sahabat dekat saya. Saya tahu, ada kawan yang keberatan dengan kepergian saya karena sesungguhnya saya masih “hutang” tanggung jawab pada mereka. Tapi mau bagaimana lagi. Saya lama mengkomunikasikan ini dengan mereka walaupun ketika waktu berangkat itu tiba, saya belum bisa berpamitan secara langsung dengan mereka. Panggilan kerja itu begitu mendadak sehingga, dengan sangat menyesal, saya cuma bisa berkirim salam pisah via sms.
Kadangkala, saya masih terganggu dengan soal itu. Meski, saya yakin, pada akhirnya mereka mengerti keputusan saya. Ihwal lain yang mengganggu saya adalah soal pinjaman buku. Di kamar saya di Solo, masih teronggok sejumlah buku milik kawan saya. Sejak dulu, saya selalu benci berhutang. Dan pinjaman buku itu, bagi saya, adalah hutang juga. Jujur saja, saya ingin segera menyelesaikan hutang ini secepatnya.
Dalam masa-masa tertentu, di kota jelek ini, saya kadang merasa kesepian. Saya tak punya banyak kawan di sini. Saya mengatasinya dengan membaca buku, jalan-jalan tak jelas, ikut-ikut acara seni, atau tidur. Untunglah, sekali dua saya bertemu sejumlah kawan juga di sini. Dengan semua itu, akhirnya saya merasa nyaman juga. Semoga ke depan, rasa nyaman itu terus ada.
Haris Firdaus
ijin mengamankan pertamaxxxxxxx
berkunjung n ditunggu kunjungan baliknya makasih
pertamaxxxx
berkunjung n ditunggu kunjungan baliknya makasih
mari hayati jakarta bukan dengan sudut pandang panopticon 😀
@ zen: iya, zen. mari. mari. 😀
Kota jelek? Masa sih?
Saya dulu juga tercabut mendadak dari Yogya. Cuma bawa ransel berisi kaos dan jins plus jeroan. Untungnya tak berutang buku maupun kaset — seingat saya begitu sih.
Perubahan, itu layak dilakukan. Bila memang tidak bisa memberi kebaikan, maka perlu untuk berubah lagi dan lagi..
ah, tiba juga rupanya di sini
selamat datang, mas….
barangkali bila satu ketika Anda hendak bertukar kata dengan Mas Zen izinkan saya turut mendengarkan, ya?
Perpindahan seperti itu.. ah aku pernah juga mengalaminya akhir 2008 lalu.
Dari Jogja pindah ke Australia.
Rasanya sembilu.. seperti tercabut dari akarnya…
Selamat menikmati!
lama nggak mampir sini
apa kabar mas dan met tahun baru…
Saya yakin Haris Firdaus akan menjadi penulis besar di kota penuh hiruk pikuk tersebut. Buka mata, Mas! Ruang itu semakin terlihat, bukan?
-jbs-
kok ya ndak kirim2 kabar atau sms toh, mas kalau pindahan. kota jelek itu jakarta, yak, hehe … di mana pun kita bekerja, totalitas dan komitmen itu yang utama *kok jadi sok tahu* mas haris tak harus merasa kesepian. sekarang kan ada blogwalking, facebook, twitter, atau chat. curhatlah, hehe …. semoga menemukan makna hidup yang sesungguhnya di kota jelek itu. salam kreatif.
Memang kadang-kadang untuk melakukan perubahan menjadi yang lebih baik, kita harus berkorban dengan meninggalkan teman-teman dan sahabat-sahabat dekat kita.
orang besar selalu lahir dari kancah, dari gelora yang dia menangkan. jalanmu sudah benar, ris…
Have a nice day, undangan penuh kebahagiaan di hari yang ke-56 Ayah tercinta, salam D3pd 😀
haris, selamat mbul..telah kau tinggalkan zona nyaman ituh! out of the box, that’s a great decision in ur life. yeay, sure u can make ur self better! I always support u, dude!:)
semoga suksessss
mau tak mau harus mampu :p
semoga sukses di sana, mas
nanti lama-lama juga betah, mas
semoga sukses di perantauan
semoga sukses mas
saya hanya bisa mengikuti sampean dari blog ini.
@ semua: terima kasih atas dukungannya! saya jadi lebih tidak kesepian. ha3. 😀
di ‘kota jelek’ ini…
hahaha setuju dab, jika melihat soLo sebagai salah 1 referensi
tenang wae mas haris firdaus. Semuanya gampanng diatasi asal ingat sama Yang Maha Esa.
salam
Ael